Sistem Starting 3 Phasa Motor Asynchronous (Asinkron)

Sistem Starting 3 Phasa Motor Asynchronous (Asinkron) - Ketika saat motor asinkron (Asynchronous Motor) dihidupkan (start -switch on), akan timbul arus supply yang cukup tinggi (inrush current) dari suplay utama menuju motor tersebut. Jika pada sisi saluran distribusi tenaga listrik pada saat tersebust tidak memadai, akan menyebabkan terjadinya kedip tegangan (voltage dip) yang cenderung mempengaruhi operasi peralatan lainnya. 
Keidp tegangan (Voltage Dip) yang cukup parah dapat terlihat jelas pada lampu pnenerangan disekitar alat tersebut. Untuk mengatasi hal ini, beberapa standar operasional dan aturan melarang penggunaan motor dengan sistem starting awal secara DOL (Direct-On-Line) , sehingga diharuskan menggunakan sistim starting awal yang disesuaikan dengan motor dan spesifikasi beban yang akan dilayanai. Pilihan tersebut juga disesuaikan dengan faktor-faktor listrik, mekanik dan ekonomi.


Untuk lebih jelasnya, sistim starting motor untuk jenis motor asinkron adalah sebagai berikut : 
2. Star-Delta Starting
3. Part winding motor starting
4. Resistance stator starting
5. Autotransformer starting
6. Slip ring motor starting
7. Soft starter starting/slackening
8. Frequency converter starting
Kelebihan dan kekurangan dari delapan Sistem Starting 3 Phasa Motor Asynchronous (Asinkron) diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


Penjelasan masing - masing sistim diatas akan kita bahas pada postingan berikutnya.



Efek Corona Pada Saluran Transmisi

Efek Corona Pada Saluran Transmisi - Ketika arus bolak balik (AC) mengaliri konduktor dari sebuah saluran transmisi dengan jarak antara konduktor ke konduktor yang lain lebih besar dibandingkan dengan diameter konduktor itu sendiri, maka udara disekitar konduktor yang terdiri dari ion-ion mengalami stres dielektrik.


Ketika tegangan pada saluran transmisi tersebut masih rendah, stres dielektrik yang dialami oleh udara disekeliling konduktor tersebut tidak cukup untuk mengionisasi udara disekitar konduktor. Tapi ketika tegangan pada saluran transmisi ditingkatkan melebihi nilai ambang batas sekitar 30 kV yang dikenal sebagai titik critical disruptive voltage, maka udara disekitar konduktor mengalami stres cukup tinggi sehingga terjadi ionisasi terhadap ion-ion yang dikandung didalam udara tersebut. 

Terjadinya ionisasi pada ion-ion diudara disekitar konduktor akan menimbulkan cahaya redup bersamaan dengan suara mendesis disertai dengan pembebasan ozon, yan gmudah diidentifikasi karena baunya yang khas.



Fenomena yang terjadi pada saluran transmisi tersebut dikenal sebagai efek corona dalam sistem tenaga listrik. Jika tegangan pada saluran transmisi terus dinaikkan, intensitas cahaya akibat timbulnya corona menjadi lebih tinggi dan suara mendesisi semakin jelas terdengar. Efek coran ini dapat mengurangi effisiensi pada saluran transmisi terutama pada saluran EHV (Extra High Voltage).

Dari penjelasan diatas, terjadinya Efek Corona pada saluran transmisi dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut, yaitu :

1 ) Kondisi Fisik Saluran Transmisi
Adanya kotoran atau kekasaran konduktor mengurangi tegangan rusaknya kritis, membuat konduktor lebih rentan terhadap kerugian korona . Oleh karena itu di sebagian besar kota dan daerah industri yang memiliki polusi yang tinggi , faktor ini sangat penting wajar untuk melawan efek buruk itu pada sistem.


2) Jarak antar konduktor , harus cukup besar dibandingkan dengan diameter garis .


3)  Keadaan Atsmosfir
Efek korona di saluran transmisi terjadi karena ionisasi udara atmosfir yang mengelilingi kabel , hal ini terutama dipengaruhi oleh kondisi kabel serta keadaan fisik atmosfer.

4) Tingginya tegangan pada saluran transmisi
Efek corona mulai timbul pada  tegangan kritis 30 kV, dan terus meningkat seiring dengan tegangan yang diterapkan pada saluran transmisi tersebut.
Untuk mengurangi rugi-rugi (inefisiensi) pada saluran transmisi akibat efek korona, maka suatu rancangan saluran transmisi harus mempertimbangkan keempat faktor diatas.

Skin Effect (Efek Kulit) Pada Saluran Transmisi

Skin Effect (Efek Kulit) Pada Saluran Transmisi - Merupakan fenomena pada saluran transmisi yang disebabkan karena tidak meratanya distribusi arus pada penampang konduktor disepanjang saluran transmisi jarak jauh. Fenomena ini muncul sesuai dengan peningkatan panjang efektif konduktor saluran trasnmisi sehingga skin effect pada saluran pendek jarang ditemui.

Pada saluran transmisi sistim tegangan arus searah (DC- Direct Current), distribusi arus pada penampang disepanjang saluran penghantar cukup merata, sehingga hampir tidak pernah ditemukan skin effect pada sisitim saluran transmisi Tegangan DC.  Lain halnya dengan saluran transmisi Tegangan AC, pada saluran transmisi ini terjadi effect di mana aliran arus cenderung mengalir dengan kepadatan tinggi melalui permukaan konduktor ( yaitu kulit konduktor ) , meninggalkan inti konduktor, bahkan kandang kala muncul suatu kondisi ketika benar-benar tidak ada arus mengalir melalui inti , dan berkonsentrasi seluruhnya pada daerah permukaan. Fenomena ini dapat mengakibatkan peningkatan nilai resistansi efektif konduktor.



Mengapa efek kulit (Skin Effect) terjadi pada jalur transmisi
Ketika dilihat dari arah penampangnya, sebuah kabel dengan ukuran tertentu terdiri dari kumpulan beberapa buah kabel kecil yang kita sebut sebagai filamen dengan jumlah tertentu (n). Apabila kabel tersebut dialiri arus (I), maka masing masing filamen tersebut dialiri arus sebesar i, sehingga total arus yang melewati kabel adalah :
I = n . i
Selama aliran arus bolak-balik (AC) melintasi konduktor kabel , berarti semua filamen pada kabel tersebut akan membawa arus sebesar I/n . Karena pda setiap konduktor yang dialiri arus akan menimbulkan fluks,  maka ketika sekian banyak filamen dialiri arus, maka akan timbul flux yang saling terkait didalam kabel tersebut ,  baik filamen permukaan maupun yang di inti. Fluks yang terbentuk oleh filamen bagian terluar tidak memiliki keterkaitan fluks yang cukup besar bila dibandingkan dengan flux yang ditimbulkan oleh filamen disebelah dalam dan semakin kedalam menuju inti kabel keterkaitan flux antara tiap-tiap filamen menjadi semakin kuat. Dengan meningkatnya flux dibagian inti kabel maka secara proporsional juga meningkatkan nilai induktansi kabel kearah inti. Hal ini menghasilkan reaktansi induktif lebih besar kearah inti kabel dibandingkan dengan bagian luar konduktor
. Tingginya nilai reaktansi dibagian sebelah dalam (inti kabel) memaksa sebagian besar arus mengalir melalui permukaan luar atau kulit sehingga menimbulkan fenomena yang disebut efek kulit (skin efferct) dalam jalur transmisi .

Faktor yang mempengaruhi efek kulit (skin effect)dalam jalur transmisi.

Efek kulit pada sistem ac tergantung pada sejumlah faktor seperti sebagai berikut :
1) Bentuk konduktor.
2) Jenis material.
3) Diameter konduktor.
4) Operasional frekuensi.

Ferranti Effect Pada Sistim Kelistrikan

Secara umum kita mengetahui bahwa sistim arus listrik akan mengalir dari beda potensial yang tinggi ke beda potensial rendah. Dan dikarenakan adanya drop tegangan ssepanjang jalur transmisi kabel sebagai akibat adanya impedansi penghantar maka tegangan pada sisi penerima biasanya lebih rendah dibanding tegangan disisi pengiriman. Hal yang bertolak belakang terjadi pada sistim transmisi menengah dan panjang, dimana tegangan sisi penerima akan lebih tinggi dibanding dengan tegangan disisi pengirim.
Anomali tegangan terebut dinamakan sebagai Efek Ferranti (Ferranti Effect) sesuai dengan nama orang yang pertama kali mengemukakan efek dan teori tersebut, yaitu Sir. S.Z. Ferranti (1890). Sir. S.Z. Ferranti menyatakan bahwa pada jaringan sistim transmisi menengah dan panjang, apabila transmisi tersebut tidak dalam keadaan berbeban ataupun berbeban rendah maka tegangan disisi penerima akan lebih tinggi dibanding tegangan disisi pengirim.




Mengapa Efek Ferranti terjadi pada jalur transmisi ?

Saluran transmisi menengah maupun panjang panjang dapat dianggap terdiri dari susunan banyaknya kapasitansi dan induktansi yang terdistribusikan di sepanjang garis penghantar. Efek Ferranti terjadi ketika arus yang diserap oleh kapasitansi disepanjang saluran transmisi lebih besar dari arus yang diserap oleh beban disisi penerima. Arus pengisian kapasitor sebagai efek kapasitansi disepanjang saluran transmisi tersebut menimbulkan drop tegangan (tegangan jatuh) pada setiap phasa disepanjang saluran transmisi. Dikarenakan disepanjang saluran transmisi menengah maupun panjang juga terdiri dari banyaknya induktif maka drop tegangan tersebut terus bertambah sampai diujung beban (sisi penerima). Hal inilah yang menyebabkan tegangan disisi penerima menjadi lebih besar dari tegangan disisi penerima atau yang dikenal dengan Efek Ferranti (Ferranti Effect).

Jadi pengaruh kapasitansi dan induktansi disepanjang saluran transmisi memiliki andil terjadinya fenomena tersebut. Pada saluran transmisi pendek, fenomena Efek Ferranti (Ferranti Effect) tidak terjadi, karena induktansi dan kapasitansi disepanjang saluran tersebut praktis dianggap mendekati nol . Secara umum untuk saluran transmisi dengan panjang 300 Km yang tidak berbeban atau berbeban kecil ditemui tegangan sisi penerima lebih tinggi sekitar 5% terhadap tegangan disisi pengirim


Burden Resistor Pada Current Transformers (CT)

Transformator arus (Current Transformers - CT) merupakan perangkat untuk melakukan pengukuran yang akurat untuk arus bolak-balik yang mengalir dalam sebuah konduktor tanpa perlu adanya kontak hubungan dengan konduktor tersebut. Karakteristik ini membuat transformator arus (Current Transformers - CT), merupakan peralatan utama pada industri utilitas listrik.

Prinsip operasi dari Transformator arus (Current Transformers - CT) adalah penginderaan kekuatan magnetomotive sekitar konduktor yang dialiri arus. CT berisi permeabilitas inti magnet yang tinggi dan beberapa belitan sekunder. Fluks magnet yang dihasilkan dalam inti oleh gaya magnetomotive (mmf) yang disebabkan oleh arus dalam konduktor akan mengalir kesisi sekunder.

Prinsip kerja Transformator arus (Current Transformers - CT) menyerupai transformator lainnya. Transformator arus (Current Transformers - CT) dirancang sedemikian rupa untuk mendekati perilaku transformator ideal, di mana permeabilitas inti dapat dianggap tak terbatas, hambatan dari lilitan adalah nol , dan kedua gulungan terhubung dengan fluks magnetik yang sama. Sejauh kondisi tersebut terpenuhi , trafo akan memiliki dua sifat, sebagai berikut :
  • Tegangan pergulungan akan sama pada kedua sisi (primer - sekunder), sehingga rasio menjadi
V(sekunder) / V(primer ) = N(sekunder) / N(primer )
  • Arus magnetizing adalah nol , sehingga
I(primer) x N(primer) + I(sekunder) x N(sekunder) = 0 , atau 
I(sekunder) / N(primer) = - I(primer) / N(sekunder).



Pada kebanyakan pemasangannya, sisi sekunder dari Transformator Arus (Current Transformers - CT) terhubung permanen pada sebuah tahanan (resistor) yang nilainya rendah, yang sering dikenal sebagai burden resistor. Tegang
an pada resistor tersebut dapat ditentukan dengan persamaan :
V = [ I(primer) / N(sekunder) ] x R

Nilai R ditentukan oleh nilai maksimum I(primer) yang akan diukur , jumlah lilitan sekunder N(sekunder) , dan tegangan V  pada skala penuh pengukuran.
Sehingga nilai R kemudian dapat ditentukan dengan rumus :

R = [ V x N(sekunder) ] /  I(primer)

Sebagai contoh , jika V = 0,333 volt, N(sekunder)= 5000 dan I(primer) = 100 A, maka nilai R (burden resistor) adalah : 0,333 x 5000 / 1000 = 16,65 ohm.