Penggunaan Detuned Rector Filter Pada Peralatan Perbaikan Faktor Daya


Penggunaan Detuned Rector Filter Pada Peralatan Perbaikan Faktor Daya Ketika kita membahas tentang kapasitor, baik yang fix kapasitor , adjustable kapasitor ataupun kapasitor/ kapasitor bank, penggunaan komponen reactor filter tidak bisa kita abaikan. Komponen reactor filter ini dikenal dengan Detuned Reactor Filter. Seperti yang terlihat pada gambar disamping.

Pada sebuah peralatan perbaikan faktor daya (power factor corectioin unit) ,selain kapasitor sebagai komponen utama, juga terdapat komponen Detuned Reactor Filter yang dipang seri dengan kapasitor tersebut, seperti pada gambar dibawah ini :



Manfaat Detuned Reactor Filter

Penggunaan Detuned Reactor Filter adalah untuk menghindari efek-efek negative yang timbul pada sistim, seperti sebagai berikut : 

  1. Terjadinya arus lebih (over current) ketika kapasitor bank di energize (diberi tegangan) 
  2. Terjadinya overload (kelebihan beban) pada kapasitor bank sebagai akibat efek harmonisa 
  3. Umur pakai kapasitor menjadi lebih pendek 
  4. Over heating (kelebihan panas) pada jalur distribusi (kabel) 
  5. Over heating (kelebihan panas) pada transformator distribusi 
  6. Bekerjanya alat proteksi tanpa seharusnya 
  7. Distorsi pada gelombang tegangan yang menyebabkan kesalahan operasi pada alat yang sensitif 8. Terjadinya gangguan pada sistim transmisi data 
  8. Gangguan fungsional pada alat-alat elektronik.


Penetapan spesifikasi Detuned Reactor Filter dan spesifikasi kapasitor yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam usaha untuk memperbaiki faktor daya suatu instalasi.

Pada postingan sebelumnya, kita telah membahas cara menentukan nilai kapasitor yang dibutuhkan untuk memperbaiki faktor daya suatu instalasi. 

Namun dengan nilai kapasitor itu saja tidaklah cukup, kita masih memerlukan komponen Detuned Reactor Filter agar kapasitor bank yang kita gunakan dapat bekerja secara optimal dan juga menghindari efek-efek negatif yang dapat timbul seperti yang telah dijelaskan diatas.


Penetapan Spesifikasi Detuned Reactor Filter

Penetapan spesifikasi Detuned Reactor Filter yang akan digunakan pada sebuah kapasitor haruslah sesuai dan memperhatikan beberapa kriteria, sebagai berikut :

  1. Frekuensi resonansi harus ditetapkan berdasarkan hasil analisa harmonisa instalasi tersebut. 
  2. Dikarenakan tegangan pada terminal kapasitor akan naik sebagai akibat dari sifat induktif reactor yang terpasang seri dan efek resonansi fekeuensi, maka rating tegangan kapasitor harus disesuaikan dengan kenaikan tegangan tersebut. 
  3. Dikarenakan adanya perubahan rating tegangan kapasitor untuk menyesuaikan dengan kenaikan tegangan sebagai akibat pada no 2 diatas, maka nilai kapasitor yang telah ditentukan sebelumnya harus dihitung ulang dengan rating tegangan kapasitor yang telah disesuaikan tersebut.
  4. Reactor akan menghasilkan panas lebih ketika unit perbaikan fakto daya dipasang pada beban yang mengandung harmonisa , untuk itu peralatan pendingin (fan) dan salauran udara perlu ditambahkan pada panel reactor tersebut .

Dari keempat hal diatas, informasi –informsi yang dibutuhkan untuk menentukan nilai Detuned Reactor Filter yang akan dipasang ketika suatu sistim instalasi hanya menggunakan kapasitor untuk perbaikan faktor dayanya, adalah :

  • Tegangan jaraingan 
  • Frekuensi Resonansi 
  • Nilai Kapasitor yang terpasang

Kesalahan yang sering terjadi ketika penggunaan Detuned Reactor Filter pada suatu peralatan perbaikan faktor daya adalah tidak sesuainya antara nilai detuned reator yang digunakan dengan nilai kapasitoryang terpasang.

Pada sebuah peralatan perbaikan faktor daya, kedua komponen ini (Detuned Reactor Filter dan kapasitor) selalu berpasangan, sehingga apabila nilai komponen reactor tidak sesuai dengan nilai kapasitor yang terpasang, maka akan terjadi pergeseran pada nilai frekuensi resonansi yang dapat menimbulkan efek yang merugikan pada peralatan, seperti kelebihan panas dan over load.


Catatan :

Pada postingan sebelumnya, (Batasan Nilai kVARH agar tidak kena denda PLN) besarnya kebutuhan nilai kapasitor yang didapat dari hasil perhitungan masih dalam rating tegangan jaringan instalasi. Sehingga :
rating tegangan dan nilai kapasitor yang dibutuhkan perlu disesuaikan kembali sebagai efek dipasangnya detuned reactor filter.

Cara untk menetukan nilai Detunend Reactor Filter dan rating tegangan serta nilai kapasitor yang dibutuhkan akan kita bahas pada postingan selanjutnya.

Penempatan Pemasangan Kapasitor

Penempatan Pemasangan Kapasitor - Lokasi Pemasangan Kapasitor disesuaikan dengan model kompensasi yang diinginkan. Idealnya kapasitor sebagai kompensasi daya reaktif dipasang dekat dengan lokasi peralatan yang memerlukan daya reaktif. Tetapi dikarenakan pertimbangan faktor teknikal dan ekonomis, maka pemasangan kapasitor tidak selalu dilokasi yang ideal. Pada prakteknya pemasangan kapasitor ditentukan oleh :
  • Tujuan Umum ( mencegah pinalti karena pemakaian daya reaktif, mengurangi beban transformator dan kable, mengurangi voltage drop)
  • Model operasi (beban stabil atau beban fluktuatif)
  • Pertimbangan untuk pengembangan instalasi atau jaringan dimasa akan datang)
Dari beberapa pertimbangan tersebut, lokasi pemasangan kapasitor sebagai kompensasi daya reaktif dapat dibagi atas tiga, yaitu :
  1. Kompensasi Daya Reaktif secara Global 
  2. Kompensasi Daya Reaktif per Sektoral 
  3. Kompensasi Daya Reaktif per beban Individual 
panel kapasitor

Ketiga sistim pemasangan kapasitor tersebut akan kita bahas keuntungannya serta catatan penting yang harus diketahui akibat dari pemasangan kapasitor dilokasi tersebut. Sebagai berikut :

  • Kompensasi Daya Reaktif secara Global

Penempatan Kapasitor Secara Global

Kapasitor dipasang pada pangkal jaringan dengan tujuan untuk menyediakan kompensasi daya reaktif untuk keseluruhan instalasi. Pemasangan secara global ini cocok untuk instalasi yang memiliki beban stabil dan faktor daya yang tidak fluktuatif.

Keuntungan pemasangan Kapasitor secara Global :
  • Terhindar dari pinalti kelebihan pemakaian daya reaktif PLN
  • Mengurangi beban pada transformator daya
  • Jarigan dibawah ( feeder ke beban ) bisa dikembangkan tanpa penambahan instalasi untuk kapasitor baru 
  • Lebih ekonomis
Catatan :
  • Rugi – rugi pada penghantar (I2R) tidak berkurang


  • Kompensasi Daya Reaktif per Sektoral
Penempatan Kapasitor Secara Sektoral

Kapasitor dipasang pada masing – masing feeder yang akan menyuplai daya listrik ke masing-masing beban setiap sektornya. Pada konfigurasi ini, masing – masing sektor memiliki kompensasi daya reaktif.

Konfigurasi ini cocok untuk sistim jaringan yang melebar (terdiri dari banyak sector) dengan tipe beban yang berbeda-beda.

Keuntungan pemasangan Kapasitor secara Sektoral :
  • Terhindar dari pinalti kelebihan pemakaian daya reaktif PLN
  • Mengurangi beban pada transformator daya
  • Mengurangi pembebanan pada masing-masing feeder (sector) dan menghlangkan rugi-rugi panas pada setiap feeder
  • Jarigan dibawah ( feeder ke beban ) bisa dikembangkan tanpa penambahan instalasi untuk kapasitor baru
  • Lebih ekonomis

Catatan :
  • Konfigurasi ini cocok untuk sistim dengan konfigurasi yang melebar (kesamping).
  • Rugi – rugi pada penghantar (I2R) kebeban induktif tidak berkurang

  • Kompensasi Daya Reaktif per Individual Beban
Penempatan Kapasitor Secara Individual Beban

Kapasitor dipasang tepat pada terminal beban yang bersifat induktif , seperti motor-motor dengan daya (kW) besar.
Konfigurasi daya reaktif per Individual Beban merupakan konfigurasi yang paling ideal secara teknikal karena kapasitor dipasang pada peralatan yang membutuhkan kompensasi daya reaktif saja dan dapat disesuaikan dengan besarnya kebutuhan. 

Keuntungan pemasangan Kapasitor secara Individual : 
  • Terhindar dari pinalti kelebihan pemakaian daya reaktif PLN 
  • Mengurangi beban pada transformator daya 
  • Rugi-rugi yang ditimbulkan pada sleuruh penghantar dapat dikurangi 

Catatan : 
  • Konfigurasi ini memerlukan biaya pemasangan yang lebih besar dibanding 2 konfigurasi diatas, karena kompensasi daya reaktif dipasang pada setiap beban yang memerlukan. Tetapi untuk jangka panjang akan terbayarkan dengan penghematan karena penurunan rugi-rugi pada penghantar. 
  • Untuk pengembangan jaringan, konfigurasi ini akan membutuhkan penambahan kapasitor baru, jika beban pada pengembangan tersebut membutuhkan kompensasi daya reaktif.

Batasan Nilai kVARH Agar Tidak Kena Denda PLN

Apa hubungan Daya Reaktif kVAR dengan Faktor Daya dan berapa batasan nilai kVARH agar tidak kena denda PLN ? 

Sebagai kompensasi terhadap kerugian PLN yang diakibatkan karena pelanggan B memakai arus yang lebih besar untuk daya yang sama, maka PLN memberlakukan denda untuk kelebihan pemakaian kVAR tersebut.

Kenapa jadi kelebihan pemakaian kVAR yang didenda, sementara yang menyebabkan kerugian PLN adalah faktor daya pelanggan B yang rendah ?

Penjelasannya adalah sebagai berikut : 

Pada segitiga daya diatas, disebutkan Cos Ø adalah faktor daya dimana nilainya merupakan Cosinus sudut Ø yang besarnya sudut Ø tersebut akan bertambah bila garis vector kVAR bertambah panjang dan akan mengecil bila garis vector kVAR berkurang.

Untuk mencari nilai kVAR dari pelanggan B, kembali kita gunakan rumus segitigadaya diatas, yaitu :

  • S = √( P2 + Q2

Pada pelanggan B, untuk 1.5 kW arus yang diserap adalah 9.74 A, sehingga S (VA) adalah :

  • S = V x I
  • S = 220 x 9.74 
  • S = 2142 VA 

Sehingga nilai Q (kVAR) didapat :

  • S = √( P2 + Q2 )
  • Q = √( S2 - P2
  • Q = √( 21422 - 15002
  • Q = 1529 VAR atau 1.52 kVAR 

Total pemakaian kVAR pelanggan B dalam sebulan (kVARH) adalah :

  • 1.52 kVAR x 8 jam x 30 hari = 364.8 kVARH. 

Batas kVAR yang dibolehkan oleh PLN adalah pada faktor daya 0.85, jadi pemakaian kVAr yang dibatasi PLN adalah :

  • P = V x I x Cos Ø 
  • I = P / (220 x Cos Ø)
  • I = 1.5 kW / (220 x 0.85)
  • I = 8 A 

S (kVA) pelanggan B pada 0.85 adalah :

  • S = V x I 
  • S = 220 x 8 
  • S = 1760 VA atau 1.76 kVA 

Maka kVAR pelanggan B pada Cos Ø 0.85 adalah

  • S = √( P2 + Q2
  • Q = √( S2 - P2
  • Q = √( 17602 - 15002
  • Q = 920.6 VAR atau 0.9 kVAR 

Total batasan pemakaian kVAR pelanggan B dalam sebulan (kARH) adalah :

  • 0.9 kVAR x 8 jam x 30 hari = 221 kVARH 

Jadi kelebihan pemakaian kAVRH pelanggan B adalah sebesar :

  • 364.8 kVARH – 221 kVARH = 143.8 kVARH 

Kelebihan sebesar 143.8 kVARH inilah yang dibebankan oleh PLN ke pelanggan B.
Bila tarif denda pemakaian kelebihan kVARH adalah Rp. 1000/kVARH, maka pelanggan B akan dikenai denda kVARH sebesar :

  • 143.8 kVARH x Rp. 1000/kVARH = Rp. 143.800 


Sekarang terlihat, pelanggan A lebih beruntung dari pelanggan B, karena disamping membayar pemakaian energi listrik kWH juga pelanggan B dikenai denda karena memakai lebih kVARH dari yang dibatasi.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat hubungan faktor daya dengan kVAR dan batas pemakaian kVARH untuk setiap pelanggan.


Akibat yang ditimbulkan dari kelebihan pemakaian daya reaktif 

Salah satu akibat dari kelebihan pemakaian daya telah dibahas sebelumnya yaitu dikenai denda oleh PLN. Disamping itu ada hal lain yang sangat merugikan akibat kelebihan pemakaian kVARH ini, yaitu :
1. Pemanfaatan Kontrak Daya dengan PLN tidak maksimal 

Pada contoh sebelumnya telah dijelaskan bahwa pelanggan A untuk beban 1.5 kW hanya menyerap arus sebesar 8 A atau menggunakan kontraknya sebesar :

  • kVA (S) = V x I 
  • kVA (S) = 220 x 8 = 1760 VA dari kontrak 2200 VA, 

sehingga masih ada sisa yang bisa dimanfaatkan sebesar

  • 2200 – 1760 = 240 VA 

Sementra pelanggan B untuk beban yang sama telah menyerap arus sebesar 9.74 A atau menggunakan kontraknya sebesar :
  • kVA (S) = V x I 
  • kVA (S) = 220 x 9.74 = 2142 VA dari kontrak 2200 VA, 
sehingga sisa yang bisa dimanfaatkan hanya sebesar : 
  • 2200 – 2142 = 58 VA 
Dari perhitunganterlihat, semakin bagus nilai faktor daya dengan kata lain semakin kecil pemakaian kVAR maka kita bisa memaksimalkan kontrak daya dengan PLN. 

2. Timbulnya rugi-rugi akibat pemakaian arus yang lebih besar 

Seperti kita ketahui, semakin besar arus yang mengalir pada suatu penghantar, maka semakin besar rugi –rugi yang ditimbulkan disepanjang penghantar tersbut. 

Rugi – rugi yang ditimbulkan pada jaringan tersebut akan menjadi daya tambahan pada pelanggan yang akan menambah beban biaya tagihan pelanggan itu sendiri. 

3. Kapasitas Transformator menjadi lebih besar 
Pada pelanggan industri yang memiliki transformator sendiri, dengan rendahnya fakor daya maka kapasitas transformator yang digunakan akan mejadi lebih besar, hal ini telah dijelaskan pada postingan sebelumnya pada Kapasitas Transformator dankemampuan beban yang disuplay nya

Untuk penjelasan lebih lengkap terkait akibat yang ditimbulkan dari kelebihan pemakaian daya reaktif dapat dilihat pada artikel Kerugian akibat Rendahnya Faktor Daya (Power Faktor)

Bagaimana cara mengurangi pemakaian daya reaktif? 

Setelah kita mengetahui kerugian akibat kelebihan pemakaian daya raktif, maka perlu dilakukan usaha untuk mengurangi pemakaianannya. 
Sebuah instalasi listrik pasti memerlukan daya reaktif. Peralatan-peralatan tertentu memerlukan daya reaktif untuk beroperasi. 

Bila kebutuhan daya reaktif tersebut besar dan tidak disediakan oleh pelanggan, maka daya reaktif dari PLN yang akan diserap oleh peralatan tersebut. 

Sehingga bila melebihi batas yang ditetapkan oleh PLN, maka pelanggan tersebut akan dikenai biaya pemakaian kelebihan daya reaktif. 

Untuk mengurangi pemakaian daya reaktif dari PLN tersebut adalah dengan cara memperbaiki nilai faktor daya dari instalasi yang terpasang. 

Cara memperbaikinya adalah dengan memasang capasitor bisa dengan nilai yang konstan ( fix capacitor ) ataupun variable capacitor yand diatur melalui Capacitor Bank. 

Besar atau kecilnya Capacitor tersebut berada dalam satuan kVAR. kVAR inilah yang nantinya menyuplai kebutuhan daya reaktif peralatan, sehingga tidak lagi menggunakan daya reaktif dari PLN. 

Metode untuk meningkatkan faktor daya tesebut sebenarnya tidak sulit dan ada beberapa cara mudah untuk itu, seperti berikut : 

1. Metode Praktis 0.86 

Ini merupakan cara paling gampang untuk menetukan daya reaktif. 
Jika nilai faktor daya dan kebutuhan daya reaktifnya sebuah instalasi tidak diketahui, cukup menggunakan metode 0.86 ini. 
Nilai 0.86 adalah faktor daya yang aman dari denda PLN. 

Contoh : 
Jika instalasi pelanggan hanya diketahui kontraknya saja yaitu 10 kVA. 
Untuk kebutuhan kVAR nya adalah : 
  • kVAR (Q) = 10 kVA x 0.5 x (2/3) = 3.33 kVAR 

Rumus praktis ini berdasarkan hitungan sebagai berikut : 
  • Cos Ø = 0.86 , sehiggga 
  • Ø = Arc Cosinus 0.86 (Invers dari Cos) = 30o 
  • Sin Ø = Sin 30 = 0.5 
  • kVAR (Q) = 10 kVA x 0.5 
  • kVAR (Q) = 5kVAR x 2/3 = 3.33 kVAR 
Dikali 2/3, karena masih menggunakan kVAR dari PLN tetapi tidak full (masih dibatas yang tidak dikenai denda) dan kekurangannya di sediakan sendiri sebesar 3.33 kVAR.

Jadi daya reaktif (kVAR) 1/3 diambil dari PLN sehigga kita tidak memakai lebih dan tidak kena denda dan 2/3 nya kita sediakan sendiri berupa Capacitor tambahan yang terpasang diinstalasi.


2. Metode tagihan bulanan 

Nilai kVAR yang disediakan didapat dari besarnya denda pemakaian kVARH yang dikenai PLN. 
Hal ini dapat dilihat pada tagihan listrik yang dibayarkan setiap bulannya. Bila pada tagihan pada bulan tertentu sebuah pelanggan dikenai denda kVARH sebesar 800 kVARH. 

Maka rata –rata pemakaian kVAR setiap jam oleh pelanggan tersebut adalah :
  •  = 8000 kVARH : ( 30 hari x 24 jam ) = 11.1 kVAR / jam 
Nilai 11.1 kVAR adalah nilai kekurangan kVAR yang harus disediakan agar pelanggan tersebut tidak dikenai denda setiap bulannya. 
Metode ini memerlukan data tagihan PLN setiap bulannya. Sehingga nilai kVAR yang didapat akan lebih bagus bila kwitansi tagihan PLN dan informasi besarnya denda kVARH setiap bulan dapat dirata-ratakan dari tagihan selama 5 s/d 10 bulan. 

Metode ini hanya untuk menghindari denda kVARH PLN, karena kVAR yang didapat dari perhitungan diatas hanya untuk mencapai faktor daya 0.86 saja. 

Bila diinginkan untuk lebih hemat lagi, agar faktor dayanya bisa diatas 0.86, misalkan 0.9 maka hitungan praktisnya nilai kVAR tersebut dikalikan 2, sehingga dari perhitungan diatas kVAR yang ideal adalah : 
  •  = 2 x 11.1 kVAR = 22.1 kVAR 

3. Metode Pengukuran dan Perhitungan 

Pada metode ini sebuah instlasi pelanggan dilakukan pengukuran dan pengambilan data dengan peralatan metering, yaitu data daya (P), data arus (I) dan data tegangan (V). 
Untuk keakuratan data yang terkumpul, sebaiknya dilakukan beberapa kali pengambilan pengukuran pada saat jam sibuk, yaitu ketika pemakaian daya full.

Contoh : 

Dari hasil beberapa kali pengukuran didapat data rata – rata pada sebuah pelanggan PLN 1 phasa adalah sebagai berikut : P = 2 kW; V :220 : I = 15 A 
Dengan rumus : 
  • P = V x I x Cos Ø 
Didapat faktor daya (Cos Ø) :
  • Cos Ø  = P : (V x I) 
  • Cos Ø  = 2000 : (220 x 15) 
  • Cos Ø  = 2000 : 3300 = 0.6 
Faktor daya pelanggan didapat sebesar : 0.6 

Untuk mencari nilai kVAR dari pelanggan , kembali kita gunakan rumus segitiga daya, yaitu : 
  • S = √( P2 + Q2
Untuk 2 kW arus yang diserap adalah 15 A, sehingga S (VA) adalah : 
  • S = V x I 
  • S = 220 x 15 
  • S = 3300 VA 
Sehingga nilai Q (kVAR) didapat : 
  • S = √( P2 + Q2
  • Q = √( S2 - P2
  • Q = √( 33002 - 20002
  • Q = 2624 VAR atau 2.6 kVAR 
Dari hasil pencarian, kVAR yang digunakan oleh pelanggan tersebut adalah : 2.6 kVAR. 

Jika pelanggan tersebut ingin memperbaiki faktor dayanya, misalkan menjadi 0.95, maka kVAR yang dibutuhkan untuk mencapai 0.95 adalah : 
Beban adalah sebesar 2 kW, tegangan tetap pada 220 V dan faktor daya 0.95, arus yang digunakan adalah : 
Dengan rumus : 
  • P = V x I x Cos Ø 
Dicari arus yang digunakan :
  • I = P : (V x Cos Ø ) 
  • I = 2000 : (220 x 0.95) 
  • I = 2000 : 209 = 9.56 A 
Untuk 2 kW arus yang diserap adalah 9.56 A, sehingga S (VA) adalah : 
  • S = V x I 
  • S = 220 x 9.56 S = 2103 VA 
Sehingga nilai Q (kVAR) didapat : 
  • S = √( P2 + Q2
  • Q = √( S2 - P2
  • Q = √( 21032 - 20002
  • Q = 650 VAR atau 0.65 kVAR 
Dari hasil pencarian, kVAR yang digunakan oleh pelanggan tersebut adalah : 0.65 kVAR. 
Jadi yang harus disediakan oleh pelanggan tersebut agar faktor dayanya naik dari 0.6 ke 0.95 adalah sebesar : 
  • 2.6 kVAR – 0.65 kVAR = 1.95 kVAR

Hubungan Daya Reaktif kVAR dengan Faktor Daya

Hubungan Daya Reaktif kVAR dengan Faktor Daya – Bagi pelanggan PLN, terutama pelanggan Indusri, kelebihan pemakaian kVARH pada rata –rata faktor daya (Cos Ø) kurang dari 0.85 akan dikenakan biaya kelebihan pemakaian kVARH. 

Pemakaian daya kVARH oleh pelanggan industri tidak bisa dihindari karena mesin dan peralatan yang digunakan seperti motor listrik memerlukan daya reaktif untuk beroperasi. Dikarenakan kebutuhan daya reaktif tersebut, pelanggan industri harus selalu memperhatikan pemakaian daya reaktifnya sehingga tidak melebihi dari batas yang ditetapkan pleh PLN. 

Dari hal diatas , ada beberapa pertanyaan yang akan kita bahas pada postingan berikut ini, yaitu : 
  1. Kenapa PLN membatasi pemakaian daya reaktif pelanggan? 
  2. Apa hubungan Daya Reaktif kVAR dengan Faktor Daya dan berapa batasan nilai kVARH agar tidak kena denda PLN ? 
  3. Akibat yang ditimbulkan dari kelebihan pemakaian daya reaktif ? 
  4. Bagaimana cara mengurangi pemakaian daya reaktif? 


Penjelasan 

Membahas mengenai Daya Reaktif tidak bisa lepas dari faktor daya ( Cos Ø ) dan segitiga daya. Seperti dijelaskan sebelumnya, komponen segitiga daya terdiri dari 3 buah vector garis yang membentuk segitiga dengan sudut Ø yang dibentuk oleh dua buah vector garis , yaitu vektor daya aktif (kW) dengan daya semu (kVA). 

Pada segitiga daya diatas terlihat, semakin pendek garis kVAR (Q), maka sudut Ø semakin kecil. Besar nya nilai Cosinus dari sudut Ø yang terbentuk inilah yang dinamakan dengan Faktor Daya atau Cos Phi. 

Semakin panjang garis kVAR berarti semakin besar pemakaian daya reaktif. Hal ini berarti dengan semakin panjangnya garis kVAR akan menyebabkan semakin besar sudut Ø. 

Nilai Cosinus dari sudut Ø berbanding terbalik dengan besarnya sudut Ø. Pada sudut Ø = 0o, nilai Cos Ø adalah = 1, dan pada sudut Ø = 90o, nilai Cos Ø adalah 0. Seperti pada table dibawah ini : 

Ø
Cos Ø
0
1
30
0.866
45
0.777
60
0.5
90
0


Besarnya nilai Cos Ø (Faktor Daya) ada pada nilai 0 sd 1.

Dari segitiga daya diatas, diturunkan rumus trigonemetrinya menjadi sebagai berikut : 
  • P = S x Cos Ø 
  • Q = S x Sin Ø 
  • S = √( P2 + Q2

Pada jaringan 3 phasa, 
  • kVA = √3 x V x I, 

sehingga rumus diatas ditulis menjadi :
  • P = √3 x V x I x Cos Ø 
  • Q = √3 x V x I x Sin Ø 

Sebagaimana kita ketahui, PLN sebagai penyedia layanan tenaga listrik akan menagih setiap bulannya energi listrik yang digunakan oleh pelanggan dalam satuan kWH.

Satuan kWH merupakan jumlah akumulasi pemakaian daya nyata (P) setiap jam dalam sebulan.
Misalkan pemakaian daya sebuah pelanggan PLN adalah 1500 W (1.5kW) dalam satu jam. Pemakain itu hanya pada jam kerja mulai dari 08.00 – 16.00, yang berarti ada pemakaian selama 8 jam. Berarti besarnya kWH yang digunakan dalam sebulan adalah :

  • 1.5 kW x 8 jam x 30 hari = 360 kWH , 

Nilai inilah yang ditagih oleh PLN melalui hasil pembacaan pada kWH meter yang terpasang pada instalasi pelanggan tersebut.

Sekarang kita perhatikan kontrak pelanggan diatas dengan PLN.
Kontrak PLN dengan pelanggannya ada pada satuan VA, tidak pernah dalam satuan kW. Misalkan, pelanggan pada contoh diatas memiliki kontrak daya dengan PLN sebesar 2200 VA atau 2.2 kVA untuk saluran 1 phasa (220 V). Ini berarti , PLN sebagai penyedia tenaga listrik akan menyalurkan daya listrik maksimum kepelanggan tersebut sebesar 2200 VA dengan batasan arus sebesar :

  • S = V x I
  • I = S / V
  • I = 2000/220
  • I = 10 A 

Batasan arus 10 A inilah yang nantinya akan digunakan oleh PLN untuk membatasi pemakaian pelanggan, sehingga apabila arus yang digunakan oleh pelanggan tersebut lebih besar dari 10 A, maka Circuit Breaker yang terpasang di kWH Meter akan jatuh (trip) dikarenakan kelebihan beban.

Kenapa PLN membatasi pemakaian daya reaktif pelanggan ?

Dari penjelasan sebelumnya, kontrak PLN dengan pelanggan ada pada satuan VA, bisa kVA atau MVA. Jadi berapapun besar pemakaian pelanggan, akan dibatasi oleh arus sesuai besarnya kVA yang dikontrak. Pada contoh diatas, untuk pelanggan kontrak daya 2200 VA (2.2 kVA) arus yang dibatasi adalah sebesar 10 A.

Dengan kata lain, untuk pelanggan 2200 VA, PLN menyediakan arus maksimum 10 A. Misalkan, ada dua pelanggan PLN, A dan B, dengan kontrak sama 2200 VA, daya terpasang pada instalasinya 1500 Watt (1.5 kW), dengan pemakaian 8 jam sehari, tagihannya sebulan adalah :

  • 1.5 kW x 8 jam x 30 hari = 360 kWH. 

Maka PLN akan menagih biaya pemakaian energi listrik kepelanggan tersebut sebesar :

  • 360 kWH x tarif Rp/kWH. 

Jika tarif Rp/kWH untuk pelanggan tersebut adalah Rp.1000/kWH, maka besarnya tagihan PLN adalah :

  • 360 kWH x Rp. 1000/kWH = Rp. 360.000 

Sampai pada perhitungan ini, kedua pelanggan memiliki tagihan yang sama, yaitu Rp. 360.000.

Jika instalasi pada pelanggan A lebih baik, dan membatasi pemakaian kVARHnya sehingga faktor daya (Cos Ø) nya ada pada angka 0.85, maka dari rumus
P = √3 x V x I x Cos Ø, didapat arus yang diserap oleh pelanggan A adalah :

  • I = P / (V x Cos Ø) 
  • I = 1500 Watt / (220 Volt x 0.85) 
  • I = 8 A 

Pada pelanggan B, misalkan dikarenakan banyaknya pemakaian kVARH, sehingga faktor daya (Cos Ø) nya ada pada angka 0.7, maka arus yang diserap oleh pelanggan B, menjadi :

  • I = P / (V x Cos Ø)
  • I = 1500 Watt / (220 Volt x 0.7)
  • I = 9.74 A 

Data yang didapat dari perhitungan diatas, pelanggan A menyerap arus sebesar 8 A atau menggunakan kontraknya sebesar :

  • kVA (S) = V x I 
  • kVA (S) = 220 x 8 
  • kVA (S) = 1760 VA dari kontrak 2200 VA. 


Sementara pelanggan B, menyerap arus sebesar 9,74 A, atau menggunakan kontrak dayanya sebesar :

  • kVA (S) = 9.74 x 220 V 
  • kVA (S) = 2142 VA dari kontrak 2200 VA. 

Berdasarkan tagihan PLN, pelanggan A dan B sama-sama memakai daya sebesar 1.5 kW dengan biaya tagihan yang sama sebesar Rp. 360.000. Tetapi pelanggan B lebih banyak menyerap arus, yaitu : 9.74 A sedangkan pelanggan A hanya 8 A.

Dilihat dari sisi pemakaian dan biaya yang dibayarkan, pelanggan B terlihat lebih beruntung, karena memakai banyak VA, yaitu 2142 VA, tetapi membayar sama dengan pelanggan A yang memakai VA yang lebih kecil yaitu 1760 VA.

Tetapi apakah pelanggan B lebih beruntung ?, hal ini akan kita bahas nanti.

Bila kita lihat dari sisi PLN, untuk melayani kebutuhan daya listrik kedua pelanggan A dan B, PLN telah membangkitkan tenaga listrik dan mendistribusikannya sebesar :

  • 1760 + 2142 = 3902 VA, dengan total arus : 
  • 8 A + 9.74 A = 17.74 A 

Seharusnya dengan arus 17.74 A atau dengan daya 3902 VA dengan faktor daya 0.85, PLN dapat menerima pembayaran maksimal dengan kW sebagai berikut :

  • P = S x Cos Ø
  • P = 3902 X 0.85 
  • P = 3316.7 Watt, atau 3,3 kW 

Sehingga total pendapatan sebulan dari pelanggan A dan B seharusnya menjadi :

  • 3.3kW x 8 jam x 30 hari = Rp. 792.000. 

Sedangkan dengan kondisi yang terjadi, tagihannya hanya sebesar Rp. 720.000 (total tagihan pelanggan A dan B).

Dari ilustrasi diatas, PLN mengalami kerugian karena kVA yang disuplai ke kedua pelanggan tidak sebanding dengan kWH yang dipakai oleh kedua pelanggan tersebut.

Hal ini dikarenakan arus yang diserap pelanggan B lebih banyak untuk pemakaian daya yang sama dibanding dengan pelanggan A.

Dari perhitungan diatas terlihat, semakin besar faktor daya (diatas 0.85) maka arus yang diserap pelanggan untuk pemakaian daya yang sama akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya, bila faktor daya semakin rendah (dibawah 0.85), arus yang diserap pelanggan akan semakin besar.

Sekarang terlihat jelas kenapa PLN membatasi faktor daya pelanggan di angka 0.85.

Untuk kelanjutan pembahasan ini silahkan menuju halaman Batasan Nilai kVARH Agar Tidak Kena Denda PLN.

Kapasitas transformator dan kemampuan beban yang disuplaynya

Name-plate-transformer
Kapasitas transformator dan kemampuan beban yang disuplaynya – Sebuah transformator dilengkapi dengan nameplate yang menampilkan beberapa informasi terkait spesifikasi transformator tersebut, terutama kapasitas transformator yang satuannya adalah VA, kVA atau MVA. 

Sebenarnya postingan ini terinspirasi dari pengalaman yang saya dapati dilapangan mengenai pemahaman tentang kapasitas transformator dengan besarnya kemampuan daya yang dapat disuplaynya untuk memenuhi kebutuhan beban yang terpasang. 

Permasalahan yang saya temui adalah, masih banyaknya yang menganggap nilai sebuah kapasitas transformator (VA) menandakan besarnya nilai daya (kW) yang dapat disuplay oleh transformator tersebut. 

Dari pemahaman saya, pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah bila kita berhadapan dengan beban yang resistif, kenapa ?

Karena pada beban yang resistif kita hanya mengenal beban tahanan murni yaitu R dalam satuan ohm. Sehingga bila beban yang disuplay oleh sebuah transformator adalah tahanan murni maka daya yang diserapnya cukup dengan rumusan V x I , cocok dengan satuan kapasitas transformator yaitu VA (Volt-Ampere).

Pembahasan mengenai kapasitas daya dari transforamtor tidak lepas dari aturan dasar dari segi tiga daya, S (VA),P (kW) dan Q (kVAR) sbb : 


Note : 
  • P = kW
  • Q = kVAR
  • S = kVA
Bila beban resistif, sudut θ adalah 0o, karena nilai Q adalah 0 maka garis S berhimpit dengan garis P, sehingga nilai S sama dengan P atau nilai VA = kW. Lain halnya kalau beban yang akan disuplay bersifat kapasitif atau induktif. Sehingga nilai Q akan muncul, dan sudut θ akan berobah menyesuaikan dengan besar kecilnya nilai Q. 

Cos θ merupakan nilai cosinus dari besarnya sudut yang dibentuk yang sering dikenal dengan istilah faktor daya. 

Dalam hal ini, yang penting untuk diingat adalah rumus segitiga daya, dimana : 

Untuk 3 phasa
  • P = √3 x V x I x Cos θ 
  • Q = √3 x V x I x Sin θ 
  • S = √3 x V x I S = √(P2 + Q2) 
Untuk 1 phasa
  • P = V x I x Cos θ 
  • Q = V x I x Sin θ 
  •  S = V x I S = √(P2 + Q2) 
Saya tidak membahas lebih lanjut mengenai segitiga daya ini, untuk lebih mendalaminya, silahkan baca postingan sebelumnya

Kembali kecerita diatas, sebenarnya untuk merencanakan berapa besar kapasitas transformator yang dibutuhkan untuk menyuplay suatu beban tidak semudah yang diperkirakan, tidak cukup dengan formula segi tiga daya saja, perlu kajian mendalam mengenai load flow analisis, karakteristik beban, pola pembebanan dll. Kita tidak akan membahas hal – hal rumit tersebut, disini kita coba menyampaikan secara sederhana terkait kapasitas transformator yang akan digunakan. 

Pada prakteknya, beban yang ditemui tidak selamanya bersifat resistif, disana ada komponen induktif dan komponen kapasitif. Sehingga dengan adanya sifat beban tersebut, maka nilai Q pada segitiga daya akan muncul. Bisa minus ataupun plus. Dan segi tiga dayapun bisa mengarah keatas ataupun kebawah, sesuai dengan sudut θ yang dibentuk akibat berobahnya nilai Q. 

Kembali ke kapasitas transformator, sampai kapanpun satuan kapasitas transformator adalah VA, bisa kVA ataupun MVA. 
Pertanyaannya adalah, kenapa tidak kW menyesuaikan dengan satuan beban yang akan disuplaynya. 

Jawabannya adalah, karena transformator bukanlah sebuah beban, transformator berfungsi untuk menyuplai beban dengan arus maksimum yang sesuai dengan kapasitasnya sama halnya dengan generator. Beda halnya dengan motor. Setiap motor , dipastikan satuan dayanya adalah kW. Karena motor menerima suplay dan memiliki sifat induktif sehingga disana ada faktor Q seperti yang kita bahas diatas. 

Sekarang, apabila sebuah transformator tiga phasa memiliki kapasitas tertentu, misalkan 1000 kVA dengan tegangan sisi LV adalah 380 V. Berarti berdasarkan rumus , S = √3 x V x I, arus maksimum yang bisa dialirkannya adalah : 
  • S = √3 x V x I 
  • I = S / ( √3 x V ) 
  • I = 1000 kVA / (( √3 x 380 ) 
  • I = 1519 A 
Dari hasil perhitungan diatas, transformator dibebani 100% pada arus sebesar 1519 A. 

Sekarang kita beralih ke beban yang akan disuplaynya. 

Seperti yang telah disampikan diatas, beban yang ditemui dilapangan tidak selalu murni resistif, kadangkala bersifat induktif maupun kapasitif. Dikarenakan sifat beban tersebut, maka nilai Q akan timbul. Dikarenakan adanya nilai Q, maka akan ada sudut θ. Sehingga ada nilai faktor daya disana sesuai dengan nilai Cosinus dari sudut yang dibentuk. 

Pada rumusan segitiga daya, nilai P untuk tiga phasa dihitung dari :  
  • P = √3 x V x I x Cos θ, 
Dikarenakan S untuk tiga phasa adalah = √3 x V x I, 
Maka P bisa disederhanakan menjadi P = S x Cos θ. 

Kapasitas transformator untuk menyuplai beban tertentu harus sesuai dengan VA nya (S), tapi pada daya berapa P (kW) sebuah transformator bisa menyuplai 100% tergantung dari besarnya nilai Faktor daya yang ditimbulkan oleh sifat beban yang akan disuplaynya. 

Nilai maksimum Cos θ atau faktor daya adalah 1 yaitu pada sudut θ = 0o pada segitiga daya, dimana nilai Q = 0 , sehingga S = P. Hal ini sesuai dengan kaidah trigonometri , Cos 0o = 1. 

Ketika beban yang disuplay transformator bersifat induktif atau kapasitif, nilai Q akan berobah, sehingga sudut θ akan terbentuk, membesar atau mengecil sesuai dengan nilai Q. 

Sudut θ yang terbentuk ada dalam range 0o – 90o. Sehingga nilai Cos θ (faktor daya) ada pada range nilai 1 – 0. Sekarang, apabila faktor daya beban ada pada nilai tertentu, maka 100% kapasitas transformator untuk menyuplai beban adalah, sebgai berikut : 

Bila nilai Cos θ = 0.85, maka 100% kapasitas transformator ada pada daya : 
  • P = S x Cos θ, 
  • P = S x 0.85 
Bila pada contoh sebelumnya, terdapat transformator dengan kapasitas 1000 kVA, maka 100% kapasitas transformator ada pada daya : 
  • P = S x Cos θ 
  • P = 1000 kVA x 0.85 
  • P = 850 kW. 
Ini berarti, pada beban 850 kW dengan faktor daya 0.85, transformator 1000 kVA terbebani 100%, karena arus yang akan dialirkan transformator tersebut adalah arus maksimumnya yaitu 1519 A ( S = √3 x V x I ). 

Untuk beban dengan faktor daya yang lebih rendah, misalkan 0.70, transformator 1000 kVA akan terbebani 100% pada beban :
  • P = 1000 kVA x 0.70 P = 700 kW 
Disini terjawab, mengapa satuan transformator ditulis dengan satuan VA (S).
Dari pembahasan diatas, untuk menentukan kapasitas transformator yang akan digunakan untuk menyuplai beban tertentu, hal utama yang harus diketahui adalah besarnya faktor daya beban tersebut dan tentu saja besarnya beban yang akan disuplaynya. 

Seperti contoh, apabila beban yang disuplay adalah 800 kW, secara nilai, transformator 1000 kVA tentu sanggup menyuplai beban tersebut. Tapi apabila faktor daya beban 800 kW tersebut adalah 0.70 apakah transformator 1000 kVA masih cocok digunakan , tentu saja perlu kita kaji terlebih dahulu, seperti contoh dibawah ini : 

Beban terpasang adalah 800 kW dengan faktor daya 0.70, maka daya transformator yang cocok untuk beban tersebut adalah : 
  • P = S x Cos θ 
  • S = P / Cos θ 
  • S = 800 kW / 0.70 
  • S = 1142 kVA. 
Dari hasil perhitungan diatas, daya semu S yang diperlukan beban 800 kW adalah sebesar 1142 kVA, transformator 1000 kVA tidak akan sanggup untuk menyuplai beban 800 kW dengan faktor daya 0.70. Bila dipaksakan, tentu saja transforamtor akan rusak, karena dipaksa menyuplai beban melebihi kapasitasnya. 

Namun bukan berarti transforamtor 1000 kVA tidak bisa digunakan , ada langkah lain yang mesti dilakukan, yaitu memperbesar nilai faktor daya sehingga nilai S pada perhitungan diatas menjadi lebih kecil atau sama dengan 1000 kVA. 

Kalau kita coba menghitung ulang, nilai S akan menjadi 1000 kVA pada faktor daya : 
  • P = S x Cos θ 
  • Cos θ = P / S 
  • Cos θ = 800 kW / 1000 kVA 
  • Cos θ = 0.80 
Dari hasil perhitungan, transformator 1000 kVA akan dapat menyuplai beban 800 kW asalkan faktor dayanya dinaikkan dari 0.70 menjadi 0.80 atau lebih. 

Bagaimana cara menaikkan faktor daya atau bahasa lainnya memperbaiki faktor daya sudah pernah kita bahas pada postingan sebelumnya. Silahkan lihat disini

Ok, sekarang mudah-mudahan kita semua telah dapat memahami hubungan kapasitas transforamtor (VA) dengan daya yang disuplaynya (kW) serta faktor daya yang mempengaruhinya. 

Ada sedikit yang perlu saya ingatkan, agar transformator memiliki umur yang panjang, dan saya pikir berlaku untuk semua peralatan lainnya, yaitu : 
Jangan pernah mengoperasikan suatu peralatan secara terus menerus dikapasitas 100%
Pada kondisi tertentu, karena keadaan emergency, boleh saja dioperasikan 100% ataupun maksimum 110% tetapi bukan untuk terus menerus. Agar transformator berumur panjang, perlu dipertimbangkan batas beban normal yang akan disuplaynya, idealnya ada pada angka 80%. 

Jadi, bila kita ambil contoh transformator 1000 kVA diatas, ideal operasinya adalah di angka 800 kVA (80% x 1000 kVA). Sehingga bila faktor daya beban yang akan disuplaynya adalah 0.85 , maka transformator 1000 kVA akan menyuplai beban pada angka : 
  • P = S x Cos θ 
  • P = 1000 kVA x 0.85 
  • P = 850 kW 
Untuk ideal operasi dikalikan safety faktor pembebanan sebesar 80%, sehingga daya yang disuplaynya maksimum adalah : P = 850 kW x 80% P = 680 kW. 

Jadi transformator akan lebih baik dan aman bila dioperasikan pada beban 680 – 700 kW pada faktor daya 0.85. 

Kadang kala kita tidak mengetahui berapa faktor daya beban yang akan disuplay oleh sebuah transformator dan informasi yagn diketahui hanya nilai beban, misalkan 1000 kW. 

Maka untuk menentukan nilai transformator pada beban 1000 kW dengan faktor daya yang tidak diketahui, untuk amannya ambil faktor daya yang terjelek yang bisa timbul pada beban tersebut. Biasanya diangka 0.70 atau 0.75. 

Misalkan kita tetapkan faktor dayanya diangka 0.75. Maka kapasitas transformator yang akan kita sediakan adalah : 
  • P = S x Cos θ 
  • S = P / Cos θ 
  • S = 1000 kW / 0.75 S = 1333 kVA 
Dengan mempertimbangkan keamanan dan umur trannsformator agar tahan lama, maka kita tambahkan faktor 80%, sehingga kapasitas transformator yang dibutuhkan menjadi : 
  • S = 1333 kVA / 0.8 
  • S = 1666 kVA – 1750 kVA (menyesuaikan dengan nilai yang ada dipasaran). 
Selain mempertimbangkan umur operasional transformator, dengan menggunakan faktor 80% , kita juga telah mempersiapkan kapasitas transformator untuk aman beroperasi bila nilai faktor daya 0.7 yang telah kita tetapkan tersebut meleset jauh dari realitas dilapangan. 

Misalkan, faktor daya sebenarnya adalah 0.6, maka kapasitas transformator yang diperlukan adalah :
  • P = S x Cos θ 
  • S = P / Cos θ 
  • S = 1000 kW / 0.6 
  • S = 1666 kVA 
Transformator 1750 kVA yang telah kita tetapkan masih sanggup untuk menyuplay beban tersebut. 

Disamping hal diatas, faktor 80% juga bermanfaat apabila seandainya ada penambahan beban dikemudian hari. Tentu saja juga mempertimbangkan besar kecilnya penambahan beban tersebut. 

Selain memperhatikan keamanan operasi transformator, umur pemakaian dan adanya penambahan beban nantinya, pertimbangan ekonomis terkait pengadaan sebuah transforamtor juga penting karena semakin tinggi kapasitas transformator maka harganya juga semakin mahal. 

Disinilah diperlukan pentingnya menyeimbangkan antara kebutuhan operational dan pemeliharaan transformator dan finansial.

Klasifikasi Current Transformer (CT) - Trafo Arus

Current Transformer atau lebih dikenal dengan CT – merupakan trafo arus yang berfungsi untuk mengkonversi arus yang melewatinya dari level tinggi ke level rendah yang dapat dimanfaatkan untuk input alat metering maupun alat proteksi pada suatu jaringan sistim tenaga lisrik. 

Current Transformer merupakan komponen utama dalam sistim tenaga listrik, baik pada distribusi maupun pada pembangkitan. Dengan adanya current transformer , suatu peralatan ataupun jaringan dapat dimonitoring kondisinya melalui hasil pengukuan (metering) serta dapat dilindungi melalui proteksi apabila adanya gangguan yang menimbulkan arus yang sangat besar sebagai akibat short circuit (hubungan singkat) ataupun overload (kelebihan beban) dan lain sebagainya. 

Dari hal diatas, pemanfaatan output dari current transformer dapat dibagi atas 2 hal, yaitu :

  • Metering, output dari Current Transfomer digunakan sebagai input pada alat ukur. 
  • Proteksi, output dari Current Transfomer digunakan sebagai input untuk alat proteksi yang nantinya akan mentriger alat proteksi untuk bekerja apabila ada gangguan. 

Prisip kerja dari current transfer mirip dengan prinsip kerja transformator pada umunya, dimana terdapat belitan sisi primer dan belitan sisi sekunder yang dihubungkan melalui kopling medan magnet pada inti besi transformator. Sehingga arus yang melewati sisi primer akan menghasilkan induksi pada inti besi yang akan menimbulkan arus pada sisi sekunder. 

Pada rancangannya, sebuah Current Transformer (CT) memiliki satu atau lebih gulungan pada sisi sekunder, sehingga sebuah current transformer memilki satu atau lebih output yang masing-masingnya bisa dimanfaatkan sekaligus sesuai dengan kebutuhan, seperti untuk metering, proteksi over current, differential dan lain-lain. 

Seperti halnya transformator secara umum, current transformer juga memliki ratio belitan antara sisi primer dan sekunder untuk menghasilkan perbandingan antara arus yang melewati sisi primer dan arus yang dikeluarkan pada sisi sekunder. Lebih mudahnya, dapat dilihat pada contoh dibawah ini : 

Sebuah Current transformer dengan ratio 1000 : 5 , menyatakan bahwa apabila arus yang melewati sisi primer sebesar 1000 A, maka output current transformer (sisi sekunder) adalah sebesar 5 Ampere. Hal ini sesuai dengna ratio perbandingannya yaitu 1000 : 5. Sehingga bila arus yang melewati sisi primer sebesar 500 A, maka sisi sekunder akan mengeluarkan arus sebesar 2,5 A. 



Untuk spesifikasi sebuah current transformer, tidak saja ratio CT saja yang perlu diperhatikan, ada beberapa hal yang mesti dipenuhi agar sebuah current transformer dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan yang dibutuhkan pada sebuah jaringan sistim tenaga lisrik, yaitu : 

  • turns ratio – perbandingan arus disisi primer dengan arus disisi sekunder 
  • burden - beban normal dalam satuan VA yang dapat disuplay oleh sebuah current transformer
  • accuracy factors - batas akurasi pada kondisi steady dan transient
  • physical configuration – jumlah belitan pada sisi primer dan sekunder, ukuran, bentuk, dimensi dll yang disesuaikan dengan kondisi dilapangan.  

Untuk keamanannya , jika output pada sisi sekunder sebuah current transformer yang terpasang pada sebuah jaringan listrik tidak digunakan maka terminal output tersebut harus dihubung singkatkan. Bila dibiarkan terbuka maka pada sisi sekunder akan terdapat tegangan yang nilainya sangat tinggi yang dapat merusak Current Transformer tersebut. 

Akurasi sebuah Current Transformer – Trafo Arus 

Keakurasian sebuah current transformer ditentukan melalui besar kecilnya error yang ditimbulkan dari perbedaan antara nilai ideal arus RMS dengan nilai arus sebenarnya pada sisi sekunder. 

Current Transformer untuk pemakaian pada alat proteksi harus dapat menjaga keakurasian nya pada range arus yang besar yang dinyatakan dengan istilah accuracy limit current. Rasio perbandingan antara accuracy limit current dengan rated current dinyatakan dengan istilah accuracy limit factor

Klas akurasi Current Transformer untuk metering (pengukuran)


Class
± percentage
current/ratio error
± phase displacement error minutes
Purposes
Current
5%
20%
50%
100%
120%
5%
20%
100%
120%
0.1
0.4
0.2
0.1
0.1
15
8
5
5
precision measurements
0.2
0.75
0.35
0.2
0.2
10
15
10
10
precision measurements
0.5
1.5
0.75
0.5
0.5
30
45
30
30
high grade kWhr meters
1
3
1.5
1.0
1.0
60
90
60
60
general measurements
3
3
3
general measurements
5
5
5
approximate measurements

Klas akurasi Current Transformer untuk proteksi 
Untuk pemakaian pada alat proteksi, current transformer dikenali dengan kode 5P atau 10P, yang menandakan 5 atau 10 adalah accuracy limit factor dan P adalah untuk Protection (Proteksi). Keterangan untuk kedua tipe ini dapat dilihat pada table berikut :

Class
Current
Error
Displacement
Error
Accuracy
Limit Factor
5P
± 1%
± 60 minutes
5
10P
± 3%
-
10