Hubungan Daya Reaktif kVAR dengan Faktor Daya – Bagi pelanggan PLN, terutama pelanggan Indusri, kelebihan pemakaian kVARH pada rata –rata faktor daya (Cos Ø) kurang dari 0.85 akan dikenakan biaya kelebihan pemakaian kVARH.
Pemakaian daya kVARH oleh pelanggan industri tidak bisa dihindari karena mesin dan peralatan yang digunakan seperti motor listrik memerlukan daya reaktif untuk beroperasi. Dikarenakan kebutuhan daya reaktif tersebut, pelanggan industri harus selalu memperhatikan pemakaian daya reaktifnya sehingga tidak melebihi dari batas yang ditetapkan pleh PLN.
Dari hal diatas , ada beberapa pertanyaan yang akan kita bahas pada postingan berikut ini, yaitu :
- Kenapa PLN membatasi pemakaian daya reaktif pelanggan?
- Apa hubungan Daya Reaktif kVAR dengan Faktor Daya dan berapa batasan nilai kVARH agar tidak kena denda PLN ?
- Akibat yang ditimbulkan dari kelebihan pemakaian daya reaktif ?
- Bagaimana cara mengurangi pemakaian daya reaktif?
Penjelasan
Membahas mengenai Daya Reaktif tidak bisa lepas dari faktor daya ( Cos Ø ) dan segitiga daya. Seperti dijelaskan sebelumnya, komponen segitiga daya terdiri dari 3 buah vector garis yang membentuk segitiga dengan sudut Ø yang dibentuk oleh dua buah vector garis , yaitu vektor daya aktif (kW) dengan daya semu (kVA).
Pada segitiga daya diatas terlihat, semakin pendek garis kVAR (Q), maka sudut Ø semakin kecil. Besar nya nilai Cosinus dari sudut Ø yang terbentuk inilah yang dinamakan dengan Faktor Daya atau Cos Phi.
Semakin panjang garis kVAR berarti semakin besar pemakaian daya reaktif. Hal ini berarti dengan semakin panjangnya garis kVAR akan menyebabkan semakin besar sudut Ø.
Nilai Cosinus dari sudut Ø berbanding terbalik dengan besarnya sudut Ø. Pada sudut Ø = 0o, nilai Cos Ø adalah = 1, dan pada sudut Ø = 90o, nilai Cos Ø adalah 0. Seperti pada table dibawah ini :
Ø
|
Cos Ø
|
0
|
1
|
30
|
0.866
|
45
|
0.777
|
60
|
0.5
|
90
|
0
|
Besarnya nilai Cos Ø (Faktor Daya) ada pada nilai 0 sd 1.
Dari segitiga daya diatas, diturunkan rumus trigonemetrinya menjadi sebagai berikut :
- P = S x Cos Ø
- Q = S x Sin Ø
- S = √( P2 + Q2 )
Pada jaringan 3 phasa,
- kVA = √3 x V x I,
sehingga rumus diatas ditulis menjadi :
- P = √3 x V x I x Cos Ø
- Q = √3 x V x I x Sin Ø
Sebagaimana kita ketahui, PLN sebagai penyedia layanan tenaga listrik akan menagih setiap bulannya energi listrik yang digunakan oleh pelanggan dalam satuan kWH.
Satuan kWH merupakan jumlah akumulasi pemakaian daya nyata (P) setiap jam dalam sebulan.
Misalkan pemakaian daya sebuah pelanggan PLN adalah 1500 W (1.5kW) dalam satu jam. Pemakain itu hanya pada jam kerja mulai dari 08.00 – 16.00, yang berarti ada pemakaian selama 8 jam. Berarti besarnya kWH yang digunakan dalam sebulan adalah :
Nilai inilah yang ditagih oleh PLN melalui hasil pembacaan pada kWH meter yang terpasang pada instalasi pelanggan tersebut.
Sekarang kita perhatikan kontrak pelanggan diatas dengan PLN.
Kontrak PLN dengan pelanggannya ada pada satuan VA, tidak pernah dalam satuan kW. Misalkan, pelanggan pada contoh diatas memiliki kontrak daya dengan PLN sebesar 2200 VA atau 2.2 kVA untuk saluran 1 phasa (220 V). Ini berarti , PLN sebagai penyedia tenaga listrik akan menyalurkan daya listrik maksimum kepelanggan tersebut sebesar 2200 VA dengan batasan arus sebesar :
Batasan arus 10 A inilah yang nantinya akan digunakan oleh PLN untuk membatasi pemakaian pelanggan, sehingga apabila arus yang digunakan oleh pelanggan tersebut lebih besar dari 10 A, maka Circuit Breaker yang terpasang di kWH Meter akan jatuh (trip) dikarenakan kelebihan beban.
Kenapa PLN membatasi pemakaian daya reaktif pelanggan ?
Dari penjelasan sebelumnya, kontrak PLN dengan pelanggan ada pada satuan VA, bisa kVA atau MVA. Jadi berapapun besar pemakaian pelanggan, akan dibatasi oleh arus sesuai besarnya kVA yang dikontrak. Pada contoh diatas, untuk pelanggan kontrak daya 2200 VA (2.2 kVA) arus yang dibatasi adalah sebesar 10 A.
Dengan kata lain, untuk pelanggan 2200 VA, PLN menyediakan arus maksimum 10 A. Misalkan, ada dua pelanggan PLN, A dan B, dengan kontrak sama 2200 VA, daya terpasang pada instalasinya 1500 Watt (1.5 kW), dengan pemakaian 8 jam sehari, tagihannya sebulan adalah :
Maka PLN akan menagih biaya pemakaian energi listrik kepelanggan tersebut sebesar :
Jika tarif Rp/kWH untuk pelanggan tersebut adalah Rp.1000/kWH, maka besarnya tagihan PLN adalah :
Sampai pada perhitungan ini, kedua pelanggan memiliki tagihan yang sama, yaitu Rp. 360.000.
Jika instalasi pada pelanggan A lebih baik, dan membatasi pemakaian kVARHnya sehingga faktor daya (Cos Ø) nya ada pada angka 0.85, maka dari rumus
P = √3 x V x I x Cos Ø, didapat arus yang diserap oleh pelanggan A adalah :
Pada pelanggan B, misalkan dikarenakan banyaknya pemakaian kVARH, sehingga faktor daya (Cos Ø) nya ada pada angka 0.7, maka arus yang diserap oleh pelanggan B, menjadi :
Data yang didapat dari perhitungan diatas, pelanggan A menyerap arus sebesar 8 A atau menggunakan kontraknya sebesar :
Sementara pelanggan B, menyerap arus sebesar 9,74 A, atau menggunakan kontrak dayanya sebesar :
Berdasarkan tagihan PLN, pelanggan A dan B sama-sama memakai daya sebesar 1.5 kW dengan biaya tagihan yang sama sebesar Rp. 360.000. Tetapi pelanggan B lebih banyak menyerap arus, yaitu : 9.74 A sedangkan pelanggan A hanya 8 A.
Dilihat dari sisi pemakaian dan biaya yang dibayarkan, pelanggan B terlihat lebih beruntung, karena memakai banyak VA, yaitu 2142 VA, tetapi membayar sama dengan pelanggan A yang memakai VA yang lebih kecil yaitu 1760 VA.
Tetapi apakah pelanggan B lebih beruntung ?, hal ini akan kita bahas nanti.
Bila kita lihat dari sisi PLN, untuk melayani kebutuhan daya listrik kedua pelanggan A dan B, PLN telah membangkitkan tenaga listrik dan mendistribusikannya sebesar :
Seharusnya dengan arus 17.74 A atau dengan daya 3902 VA dengan faktor daya 0.85, PLN dapat menerima pembayaran maksimal dengan kW sebagai berikut :
Sehingga total pendapatan sebulan dari pelanggan A dan B seharusnya menjadi :
Sedangkan dengan kondisi yang terjadi, tagihannya hanya sebesar Rp. 720.000 (total tagihan pelanggan A dan B).
Dari ilustrasi diatas, PLN mengalami kerugian karena kVA yang disuplai ke kedua pelanggan tidak sebanding dengan kWH yang dipakai oleh kedua pelanggan tersebut.
Hal ini dikarenakan arus yang diserap pelanggan B lebih banyak untuk pemakaian daya yang sama dibanding dengan pelanggan A.
Dari perhitungan diatas terlihat, semakin besar faktor daya (diatas 0.85) maka arus yang diserap pelanggan untuk pemakaian daya yang sama akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya, bila faktor daya semakin rendah (dibawah 0.85), arus yang diserap pelanggan akan semakin besar.
Sekarang terlihat jelas kenapa PLN membatasi faktor daya pelanggan di angka 0.85.
Untuk kelanjutan pembahasan ini silahkan menuju halaman Batasan Nilai kVARH Agar Tidak Kena Denda PLN.
Satuan kWH merupakan jumlah akumulasi pemakaian daya nyata (P) setiap jam dalam sebulan.
Misalkan pemakaian daya sebuah pelanggan PLN adalah 1500 W (1.5kW) dalam satu jam. Pemakain itu hanya pada jam kerja mulai dari 08.00 – 16.00, yang berarti ada pemakaian selama 8 jam. Berarti besarnya kWH yang digunakan dalam sebulan adalah :
- 1.5 kW x 8 jam x 30 hari = 360 kWH ,
Nilai inilah yang ditagih oleh PLN melalui hasil pembacaan pada kWH meter yang terpasang pada instalasi pelanggan tersebut.
Sekarang kita perhatikan kontrak pelanggan diatas dengan PLN.
Kontrak PLN dengan pelanggannya ada pada satuan VA, tidak pernah dalam satuan kW. Misalkan, pelanggan pada contoh diatas memiliki kontrak daya dengan PLN sebesar 2200 VA atau 2.2 kVA untuk saluran 1 phasa (220 V). Ini berarti , PLN sebagai penyedia tenaga listrik akan menyalurkan daya listrik maksimum kepelanggan tersebut sebesar 2200 VA dengan batasan arus sebesar :
- S = V x I
- I = S / V
- I = 2000/220
- I = 10 A
Batasan arus 10 A inilah yang nantinya akan digunakan oleh PLN untuk membatasi pemakaian pelanggan, sehingga apabila arus yang digunakan oleh pelanggan tersebut lebih besar dari 10 A, maka Circuit Breaker yang terpasang di kWH Meter akan jatuh (trip) dikarenakan kelebihan beban.
Kenapa PLN membatasi pemakaian daya reaktif pelanggan ?
Dari penjelasan sebelumnya, kontrak PLN dengan pelanggan ada pada satuan VA, bisa kVA atau MVA. Jadi berapapun besar pemakaian pelanggan, akan dibatasi oleh arus sesuai besarnya kVA yang dikontrak. Pada contoh diatas, untuk pelanggan kontrak daya 2200 VA (2.2 kVA) arus yang dibatasi adalah sebesar 10 A.
Dengan kata lain, untuk pelanggan 2200 VA, PLN menyediakan arus maksimum 10 A. Misalkan, ada dua pelanggan PLN, A dan B, dengan kontrak sama 2200 VA, daya terpasang pada instalasinya 1500 Watt (1.5 kW), dengan pemakaian 8 jam sehari, tagihannya sebulan adalah :
- 1.5 kW x 8 jam x 30 hari = 360 kWH.
Maka PLN akan menagih biaya pemakaian energi listrik kepelanggan tersebut sebesar :
- 360 kWH x tarif Rp/kWH.
Jika tarif Rp/kWH untuk pelanggan tersebut adalah Rp.1000/kWH, maka besarnya tagihan PLN adalah :
- 360 kWH x Rp. 1000/kWH = Rp. 360.000
Sampai pada perhitungan ini, kedua pelanggan memiliki tagihan yang sama, yaitu Rp. 360.000.
Jika instalasi pada pelanggan A lebih baik, dan membatasi pemakaian kVARHnya sehingga faktor daya (Cos Ø) nya ada pada angka 0.85, maka dari rumus
P = √3 x V x I x Cos Ø, didapat arus yang diserap oleh pelanggan A adalah :
- I = P / (V x Cos Ø)
- I = 1500 Watt / (220 Volt x 0.85)
- I = 8 A
Pada pelanggan B, misalkan dikarenakan banyaknya pemakaian kVARH, sehingga faktor daya (Cos Ø) nya ada pada angka 0.7, maka arus yang diserap oleh pelanggan B, menjadi :
- I = P / (V x Cos Ø)
- I = 1500 Watt / (220 Volt x 0.7)
- I = 9.74 A
Data yang didapat dari perhitungan diatas, pelanggan A menyerap arus sebesar 8 A atau menggunakan kontraknya sebesar :
- kVA (S) = V x I
- kVA (S) = 220 x 8
- kVA (S) = 1760 VA dari kontrak 2200 VA.
Sementara pelanggan B, menyerap arus sebesar 9,74 A, atau menggunakan kontrak dayanya sebesar :
- kVA (S) = 9.74 x 220 V
- kVA (S) = 2142 VA dari kontrak 2200 VA.
Berdasarkan tagihan PLN, pelanggan A dan B sama-sama memakai daya sebesar 1.5 kW dengan biaya tagihan yang sama sebesar Rp. 360.000. Tetapi pelanggan B lebih banyak menyerap arus, yaitu : 9.74 A sedangkan pelanggan A hanya 8 A.
Dilihat dari sisi pemakaian dan biaya yang dibayarkan, pelanggan B terlihat lebih beruntung, karena memakai banyak VA, yaitu 2142 VA, tetapi membayar sama dengan pelanggan A yang memakai VA yang lebih kecil yaitu 1760 VA.
Tetapi apakah pelanggan B lebih beruntung ?, hal ini akan kita bahas nanti.
Bila kita lihat dari sisi PLN, untuk melayani kebutuhan daya listrik kedua pelanggan A dan B, PLN telah membangkitkan tenaga listrik dan mendistribusikannya sebesar :
- 1760 + 2142 = 3902 VA, dengan total arus :
- 8 A + 9.74 A = 17.74 A
Seharusnya dengan arus 17.74 A atau dengan daya 3902 VA dengan faktor daya 0.85, PLN dapat menerima pembayaran maksimal dengan kW sebagai berikut :
- P = S x Cos Ø
- P = 3902 X 0.85
- P = 3316.7 Watt, atau 3,3 kW
Sehingga total pendapatan sebulan dari pelanggan A dan B seharusnya menjadi :
- 3.3kW x 8 jam x 30 hari = Rp. 792.000.
Sedangkan dengan kondisi yang terjadi, tagihannya hanya sebesar Rp. 720.000 (total tagihan pelanggan A dan B).
Dari ilustrasi diatas, PLN mengalami kerugian karena kVA yang disuplai ke kedua pelanggan tidak sebanding dengan kWH yang dipakai oleh kedua pelanggan tersebut.
Hal ini dikarenakan arus yang diserap pelanggan B lebih banyak untuk pemakaian daya yang sama dibanding dengan pelanggan A.
Dari perhitungan diatas terlihat, semakin besar faktor daya (diatas 0.85) maka arus yang diserap pelanggan untuk pemakaian daya yang sama akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya, bila faktor daya semakin rendah (dibawah 0.85), arus yang diserap pelanggan akan semakin besar.
Sekarang terlihat jelas kenapa PLN membatasi faktor daya pelanggan di angka 0.85.
Untuk kelanjutan pembahasan ini silahkan menuju halaman Batasan Nilai kVARH Agar Tidak Kena Denda PLN.
Sangat membantu, terimakasih banyak penulis
ReplyDeletePenjelasan yg masu akal utk orang awam, terimakasih
ReplyDeletemantappuu
ReplyDeleteTes
ReplyDeletePak mau tanya.
ReplyDeleteAda ga alat uji trapo yg pasti untuk menentukan mna trapo yg layak oprasi ataw mana trapo yg tidak layakoprasi.
Yg jelas Meger tidak pasti untuk memastkan mna trapo yg layak ataw tidak layak.
Layak tidaknya tergantung dari sisi mana dilihat.. selagi masih bisa dioperasikan dan mampu menyuplai daya sesuai ratingnya kenapa tidak.
DeleteHanya saja dari sisi ekonomis, seperti kebocoran tanki (rembesa oli), rugi rugi yang menimbulkan biaya tambhan, maka perlu dipertimbangkan trafo tersebut masih mungkin dioperasikan atau tidak.
Serta jaminan reliability nya untuk jangka panjang.
Dengan melakukakan serangkaian test dilapangan, trafo tersebut mungkin masih bisa dioperasikan tapi tidak ada jaiminan untuk jangka panjang, sehingga perlu dilakukan persiapan pengadaan trafo baru atau rencana overhaul trafo tersebut.
Rangkaian testnya , kalau dilapangan:
Insulation Resistance Test
TEst Tahanan Belitan
Oil BDV
PI
Tangen Delta
Voltage Rasio
Demikian.
Dan satu lagi.
ReplyDeleteBrapa hasil minimum trapo yg layak oprasi?
Misal : d bawah 50mega ohm ataw 30 mega ohm
Semuanya tergantung dari tegangan uji untuk Insulation Resistancenya... bisa di 250 V, 500 V, 1000 V atau 5000 V ang disesuaikan engan rating operasi trafonya.
DeleteSetelah disesuaikan tegangan ujinya, biasanya dilihat nilai PI nya, yaitu dibandingkan antara hasil uji 1o menit dengan 1 menit. jika nilainya diatas atau sama dengan 2 , trafo aman di operasikan.
Untuk nilai IR nya, dapat digunakan rumus praktis (tegangan rating +1), misal trafo sisi primer 20 kV, maka nilai IR terhadap ground adalah 20 + 1 = 21 M ohm.
Demikian..
bagus buat tambahan wawasab
ReplyDeleteadakah suatu cara alternatif lain untuk menurunkan nilai kvarh..selain menggunakan capasitor bank.mohon ilmu nya di bagi
ReplyDeleteBisa dengan menggunakan motor sinkron... yang dioeprasikan over eksitasi
DeleteIni sangat bermanfat
ReplyDeletepengungkit stainless
Prediksi Togel HK Mbah Bonar 5 Agustus 2020 Gabung sekarang dan Menangkan Hingga Ratusan Juta Rupiah !!!
ReplyDeleteSangat membantuuu.., terimakasih..
ReplyDelete