Starting Motor Dengan Penambahan Tahanan Stator

Starting Motor Dengan Penambahan Tahanan Stator - Mode ini (gambar dibawah) terdiri dari dua tahapan, tahap pertama, motor dijalankan dengan mengurangi tegangan yang menuju terminal stator melalui cara penambahan tahanan luar yang diserikan dengan terminal belitan stator motor. Sehingga selama tahap pertama dari mode ini, besarnya nilai tegangan yang diberikan kemotor adalah sebesar tegangan suplay dikurangi tegangan jatuh (voltage drop) pada tahahan tersebut.

Setelah kecepatan motor stabil , rangkaian berpindah ketahap kedua untuk melepas hubungan tahanan sehingga motor mendapat suplay dengan tegangan penuh. Proses perpindahan tahapan ini biasanya dikontrol dengan menggunakan timer.



Besarnya nilai tahanan yang akan digunakan dihitung berdasarkan besarnya arus maksimum yang diinginkan ketika start awal atau berdasarkan nilai minimum torsi yang dibutuhkan untuk menggerakkan beban.

Starting motor dengan mode ini sangat cocok digunakan untuk penggerak beban yang memiliki  tahanan torsi yang nilainya meningkat seiring dengan naiknya kecepatan motor, seperti pompa sentrifugal atau fan.



Dengan memperbesar nilai tahanan , arus start motor dapat dikurangi, namun perlu diperhatikan bahwa dengan memperbesar nilai tahanan, maka drop tegangan semakin besar sehingga tegangan yang menuju ke terminal motor semakin rendah. hal ini dapat menyebabkan penurunan yang cukup besar pada torsi awal motor. Sehingga pengaturan nilai tahanan sangat penting untuk mencegah besarnya penurunan torsi awal pada motor.

Starting Motor dengan mode Start Delta

Starting Motor dengan mode Star Delta - Secara umum , mode ini terdiri dari dua tahapan starting, tahap pertama starting motor pada rangkaian bintang (Start-Y) dan setelah beberapa detik berpindah kerangkaian segitiga (Delta-Δ). Mode ini hanya mengubah hubungan dikedua ujung terminal stator dari posisi awalnya bintang (Star-Y) dan kemudian setelah motor beroperasi normal hubungan tersebut menjadi segitiga (Delta-Δ). Sistim ini (seperti gambar dibawah), hanya dapat digunakan pada motor yang kedua ujung stator tiga phasa-nya (U,V,W dan X,Y,Z) tersedia pada terminal keluaran sehingga bisa digunakan untuk membentuk rangkaian seperti pada gambar. Selain itu, perlu diperhatikan name plate motor yang akan digunakan, name plate motor harus menyatakan hubungan delta pada tegangan suplay yang kita gunakan. Sederhananya seperti gambar berikut ini :
 
Dari dua gambar name plate diatas, terlihat sistim koneksi motor Δ/Y : 400/690V dan Δ/Y : 230/400V. Hal ini berarti , motor yang pertama bila terminalnya dirangkai delta (Δ), maka tegangan suplai haruslah 400 V dan  bila dirangkai star (Y) tegangan suplay mesti 690 V. Sedangkan pada motor kedua, bila terminalnya dirangkai delta (Δ), maka tegangan suplai haruslah 230 V dan  bila dirangkai star (Y) tegangan suplay mesti 400 V.



Terlepas dari berapa daya yang diperlukan, rpm dan IP motor, sehingga kita asumsikan kedua motor tersebut memiliki name plate yang sama kecuali untuk rating tegangannya (Δ/Y),  jika tegangan disistim jala-jala kita adalah 400 V (380 V s/d 420V), yang berarti tegangan suplay untuk operasional normal motor adalah 400 V, dan  kita ingin menggunakan sistim starting dengan mode star-delta , maka motor yang dapat digunakan adalah motor yang pertama yaitu : Δ/Y : 400/690 V.

Starting dengan mode star / delta memberikan arus awal yang lebih rendah , lebih kurang sekitar sepertiga dari arus starting dengan mode direct-on-line, meskipun hal ini juga mengurangi torsi awal sekitar 25%.


Starting dengan mode star- delta cocok untuk mesin dengan torsi resistif rendah atau yang dimulai dengan tanpa beban ( misalnya mesin pemotong kayu ) . Yang perlu diperhatikan pada mode ini adalah transisi dari koneksi bintang ke delta karena ada delay  delay 1-2 detik dalam perpindahan tersebut. Penundaan tersebut melemahkan kekuatan medan magnit sehingga mode ini hanya dapat digunakan jika mesin memiliki cukup inersia untuk mencegah terlalu banyak pengurangan kecepatan selama waktu tunda .

Daya Reaktif Pada Saluran Transmisi

Daya Reaktif Pada Saluran Transmisi - Dalam saluran transmisi , aliran daya reaktif pada saluran tersebut sangat mempengaruhi kondisi tingkat tegangan pada ujung akhir disisi penerima. Pemantauan dan pengaturan tingkat tegangan pada ujung penerima sangat penting dilakukan karena apabila pada sisi penerima tingkat tegangannya lebih tinggi dari batasan yang diperbolehkan akan menimbulkan kerusakan pada peralatan konsumen dan akan timbul kerugian kerugian lain yang nilainya cukup besar . Pada artikel kali ini, mari kita bahas secara sederhana , bagaimana besarnya daya rekatif pada sebuah saluran transimisi dapat mempengaruhi tingkat tegangan disisi penerima .

Untuk membahasnya, kita perlu menggunakan persamaan baku (teori), yang nantinya berguna untuk penjabaran apa pengaruh daya reaktif terhadap tingkat tegangan disisi penerima pada sebuah saluran transmisi tersebut.




Berdasarkan teori, rumus untuk menghitung besarnya daya reaktif disisi ujung penerima adalah sbb :
Qr = ( Vs . Vr . Cos θ / X1 ) - ( Vr 2/ X1 )

Dimana θ adalah sudut daya yang dijaga nilainya rendah karena alasan stabilitas sistim, X1 adalah reaktansi dari saluran transmisi , Vs adalah tegangan diujung pengiriman dan Vr adalah tegangan diujung penerima .

Karena sudut θ dijaga serendah mungkin, maka nilai Cos θ  mendekati 1, sehingga Qr menjadi :
Qr = ( Vs . Vr . 1  / X1 ) - ( Vr 2/ X1 )  , atau
Qr = ( Vs . Vr  / X1 ) - ( Vr 2 / X1 )

Penyederhanaan dari persamaan diatas menjadi :
Vr 2 - ( Vs . V) + ( X1 . Qr ) = 0

Sehingga tegangan disisi penerima , Vr  menjadi sbb :
V = ( Vs - √ ( Vs 2  - 4 . X1 . Qr ) / 2

Sekarang , dari persamaan diatas , kita akan jabarkan pengaruh daya reaktif Qr terhadap tingkat tegangan pada sisi penerima.

Apabila Q1 merupakan besarnya kebutuhan daya reaktif beban pada sisi penerima dan Q2 daya reaktif yang disediakan oleh pembangkit , maka Qadalah ( Q- Q2 ) .

Kasus - 1

Ketika pasokan Qsama dengan permintaan Qmaka Vs = V , sehingga tingkat tegangan pada ujung penerima akhir akan sama dengan tingkat tegangan pada ujung pengirim. Kondisi ini merupakan kondisi yang diinginkan ideal).

Kasus - 2

Ketika permintaan Qlebih besar dan pasokan Qkurang , maka Qmenjadi negatif , sehingga tegangan penerima akhir menjadi lebih rendah dari pada tegangan pengirim.

Kasus - 3

Ketika permintaan Q1 kurang , pasokan Q tinggi , Qmenjadi positif . Dengan demikian , tegangan pada sisi penerima menjadi lebih besar daripada tegangan pengirim , kondisi ini dapat membahayakan konsumen.

Dengan cara ini , kita dapat melihat bahwa bagaimana kondisi tegangan dipengaruhi oleh daya reaktif.  Kondisi ini pada sisi konsumen dapat kita lihat sebagai berikut : Selama siang hari , permintaan untuk daya reaktif meningkat (karena aktifitas konsumen seperti pabrik, rumah tangga dll) , karena itu dip tegangan (tegangan rendah) terjadi . Di sisi lain , selama waktu pagi dan malam , permintaan daya reaktif berkurang , sehingga terjadi kenaikan tingkat tegangan pada sisi penerima . Untuk menjaga tingkat tegangan antara sisi penerima maupun pengirim sama besar, maka kita perlu menajaga  Q= Q .

Starting Motor dengan mode Direct On Line

Starting Motor dengan mode Direct On Line merupakan model starting yang paling sederhana , dimana terminal startor pada motor asinkron terhubung langsung kesaluran tegangan listrik , seperti terlihat pada gambar dibawah ini. 

Pada mode strating Motor Direct On Line ini, karakteristik motor seperti arus star , torsi awal dll tidak mengalami perubahan. Ketika mulai diaktifkan, motor tersebut akan berperilaku seperti sebuah transformator yang sisi sekundernya terhubung singkat. Hal ini sesuai dengan kondisi rotor pada semua motor yang terhubung singkat dan semenetara itu disisi stator merupakan sisi primer apabila kita mengangap motor  tersebut seperti sebuah transformator. 


Sehingga bisa dikatakan, untuk mode starting ini, pada saat diaktifkan, motor akan berperilaku dengan karakteristiknya sendiri karena tidak ada perubahan apapun yang dilakukan pada motor tersebut, seperti perubahan nilai tahahan belitan (baik rotor maupun stator) , hubungan rangkaian pada terminal stator (Delta atau bintang) , pengaturan nilai tegangan yang masuk stator, pengaturan nilai frekwensi tegangan suplay yang masuk stator dll.

Ketika diaktifkan, pada mode starting Motor direct on line ini , akan timbul arus induksi yang tinggi pada rotor , sehingga menimbulkan arus yang  besar (inrush current) yang menuju keterminal stator. Besarnya arus start awal trsebut dapat mencapai 5 sampai 6 kali dari arus nominal motor tersebut. Sedangkan rata-rata torsi awal pada saat motor tersebut distart dapat mencapai 1,5 kali dari Torsi Nominal Motor tersebut.



Meskipun starting motor dengan model direct on line ini memiliki keuntungan seperti peralatan sederhana, torsi awal yang tinggi, waktu start lebih cepat, biaya rendah dan lain sebagainya, namun perlu diperhatikan bahwa starting motor dengan mode direct-on-line ini hanya akan cocok apabila, sebagai berikut :
- Daya motor tersebut harus lebih rendah dibandingkan dengan ketersedian suplai daya listrik disistim, atau dalam hal ini harus lebih rendah dari setting proteksi yang telah membatasi besarnya lonjakan arus akibat terjadinya gangguan sisitm distribusi tenaga listrik.
- Peralatan yang akan digerakkan oleh motor tersebut tidka membutuhkan kenaikan kecepatan secara bertahap , dan beban motor tersebut (peralatan yang digerakan) tahan atau dapat meredam kejutan atau guncangan ketikan motor distart.
- Dikarenakan torsi awal dapat mencapai nilai yang tinggi, maka model ini hanya bisa digunakan pada peralatanatau operasional mesin yang tidak berpengaruh pada toris awal tersebut.

Sistem Starting 3 Phasa Motor Asynchronous (Asinkron)

Sistem Starting 3 Phasa Motor Asynchronous (Asinkron) - Ketika saat motor asinkron (Asynchronous Motor) dihidupkan (start -switch on), akan timbul arus supply yang cukup tinggi (inrush current) dari suplay utama menuju motor tersebut. Jika pada sisi saluran distribusi tenaga listrik pada saat tersebust tidak memadai, akan menyebabkan terjadinya kedip tegangan (voltage dip) yang cenderung mempengaruhi operasi peralatan lainnya. 
Keidp tegangan (Voltage Dip) yang cukup parah dapat terlihat jelas pada lampu pnenerangan disekitar alat tersebut. Untuk mengatasi hal ini, beberapa standar operasional dan aturan melarang penggunaan motor dengan sistem starting awal secara DOL (Direct-On-Line) , sehingga diharuskan menggunakan sistim starting awal yang disesuaikan dengan motor dan spesifikasi beban yang akan dilayanai. Pilihan tersebut juga disesuaikan dengan faktor-faktor listrik, mekanik dan ekonomi.


Untuk lebih jelasnya, sistim starting motor untuk jenis motor asinkron adalah sebagai berikut : 
2. Star-Delta Starting
3. Part winding motor starting
4. Resistance stator starting
5. Autotransformer starting
6. Slip ring motor starting
7. Soft starter starting/slackening
8. Frequency converter starting
Kelebihan dan kekurangan dari delapan Sistem Starting 3 Phasa Motor Asynchronous (Asinkron) diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


Penjelasan masing - masing sistim diatas akan kita bahas pada postingan berikutnya.



Efek Corona Pada Saluran Transmisi

Efek Corona Pada Saluran Transmisi - Ketika arus bolak balik (AC) mengaliri konduktor dari sebuah saluran transmisi dengan jarak antara konduktor ke konduktor yang lain lebih besar dibandingkan dengan diameter konduktor itu sendiri, maka udara disekitar konduktor yang terdiri dari ion-ion mengalami stres dielektrik.


Ketika tegangan pada saluran transmisi tersebut masih rendah, stres dielektrik yang dialami oleh udara disekeliling konduktor tersebut tidak cukup untuk mengionisasi udara disekitar konduktor. Tapi ketika tegangan pada saluran transmisi ditingkatkan melebihi nilai ambang batas sekitar 30 kV yang dikenal sebagai titik critical disruptive voltage, maka udara disekitar konduktor mengalami stres cukup tinggi sehingga terjadi ionisasi terhadap ion-ion yang dikandung didalam udara tersebut. 

Terjadinya ionisasi pada ion-ion diudara disekitar konduktor akan menimbulkan cahaya redup bersamaan dengan suara mendesis disertai dengan pembebasan ozon, yan gmudah diidentifikasi karena baunya yang khas.



Fenomena yang terjadi pada saluran transmisi tersebut dikenal sebagai efek corona dalam sistem tenaga listrik. Jika tegangan pada saluran transmisi terus dinaikkan, intensitas cahaya akibat timbulnya corona menjadi lebih tinggi dan suara mendesisi semakin jelas terdengar. Efek coran ini dapat mengurangi effisiensi pada saluran transmisi terutama pada saluran EHV (Extra High Voltage).

Dari penjelasan diatas, terjadinya Efek Corona pada saluran transmisi dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut, yaitu :

1 ) Kondisi Fisik Saluran Transmisi
Adanya kotoran atau kekasaran konduktor mengurangi tegangan rusaknya kritis, membuat konduktor lebih rentan terhadap kerugian korona . Oleh karena itu di sebagian besar kota dan daerah industri yang memiliki polusi yang tinggi , faktor ini sangat penting wajar untuk melawan efek buruk itu pada sistem.


2) Jarak antar konduktor , harus cukup besar dibandingkan dengan diameter garis .


3)  Keadaan Atsmosfir
Efek korona di saluran transmisi terjadi karena ionisasi udara atmosfir yang mengelilingi kabel , hal ini terutama dipengaruhi oleh kondisi kabel serta keadaan fisik atmosfer.

4) Tingginya tegangan pada saluran transmisi
Efek corona mulai timbul pada  tegangan kritis 30 kV, dan terus meningkat seiring dengan tegangan yang diterapkan pada saluran transmisi tersebut.
Untuk mengurangi rugi-rugi (inefisiensi) pada saluran transmisi akibat efek korona, maka suatu rancangan saluran transmisi harus mempertimbangkan keempat faktor diatas.

Skin Effect (Efek Kulit) Pada Saluran Transmisi

Skin Effect (Efek Kulit) Pada Saluran Transmisi - Merupakan fenomena pada saluran transmisi yang disebabkan karena tidak meratanya distribusi arus pada penampang konduktor disepanjang saluran transmisi jarak jauh. Fenomena ini muncul sesuai dengan peningkatan panjang efektif konduktor saluran trasnmisi sehingga skin effect pada saluran pendek jarang ditemui.

Pada saluran transmisi sistim tegangan arus searah (DC- Direct Current), distribusi arus pada penampang disepanjang saluran penghantar cukup merata, sehingga hampir tidak pernah ditemukan skin effect pada sisitim saluran transmisi Tegangan DC.  Lain halnya dengan saluran transmisi Tegangan AC, pada saluran transmisi ini terjadi effect di mana aliran arus cenderung mengalir dengan kepadatan tinggi melalui permukaan konduktor ( yaitu kulit konduktor ) , meninggalkan inti konduktor, bahkan kandang kala muncul suatu kondisi ketika benar-benar tidak ada arus mengalir melalui inti , dan berkonsentrasi seluruhnya pada daerah permukaan. Fenomena ini dapat mengakibatkan peningkatan nilai resistansi efektif konduktor.



Mengapa efek kulit (Skin Effect) terjadi pada jalur transmisi
Ketika dilihat dari arah penampangnya, sebuah kabel dengan ukuran tertentu terdiri dari kumpulan beberapa buah kabel kecil yang kita sebut sebagai filamen dengan jumlah tertentu (n). Apabila kabel tersebut dialiri arus (I), maka masing masing filamen tersebut dialiri arus sebesar i, sehingga total arus yang melewati kabel adalah :
I = n . i
Selama aliran arus bolak-balik (AC) melintasi konduktor kabel , berarti semua filamen pada kabel tersebut akan membawa arus sebesar I/n . Karena pda setiap konduktor yang dialiri arus akan menimbulkan fluks,  maka ketika sekian banyak filamen dialiri arus, maka akan timbul flux yang saling terkait didalam kabel tersebut ,  baik filamen permukaan maupun yang di inti. Fluks yang terbentuk oleh filamen bagian terluar tidak memiliki keterkaitan fluks yang cukup besar bila dibandingkan dengan flux yang ditimbulkan oleh filamen disebelah dalam dan semakin kedalam menuju inti kabel keterkaitan flux antara tiap-tiap filamen menjadi semakin kuat. Dengan meningkatnya flux dibagian inti kabel maka secara proporsional juga meningkatkan nilai induktansi kabel kearah inti. Hal ini menghasilkan reaktansi induktif lebih besar kearah inti kabel dibandingkan dengan bagian luar konduktor
. Tingginya nilai reaktansi dibagian sebelah dalam (inti kabel) memaksa sebagian besar arus mengalir melalui permukaan luar atau kulit sehingga menimbulkan fenomena yang disebut efek kulit (skin efferct) dalam jalur transmisi .

Faktor yang mempengaruhi efek kulit (skin effect)dalam jalur transmisi.

Efek kulit pada sistem ac tergantung pada sejumlah faktor seperti sebagai berikut :
1) Bentuk konduktor.
2) Jenis material.
3) Diameter konduktor.
4) Operasional frekuensi.

Ferranti Effect Pada Sistim Kelistrikan

Secara umum kita mengetahui bahwa sistim arus listrik akan mengalir dari beda potensial yang tinggi ke beda potensial rendah. Dan dikarenakan adanya drop tegangan ssepanjang jalur transmisi kabel sebagai akibat adanya impedansi penghantar maka tegangan pada sisi penerima biasanya lebih rendah dibanding tegangan disisi pengiriman. Hal yang bertolak belakang terjadi pada sistim transmisi menengah dan panjang, dimana tegangan sisi penerima akan lebih tinggi dibanding dengan tegangan disisi pengirim.
Anomali tegangan terebut dinamakan sebagai Efek Ferranti (Ferranti Effect) sesuai dengan nama orang yang pertama kali mengemukakan efek dan teori tersebut, yaitu Sir. S.Z. Ferranti (1890). Sir. S.Z. Ferranti menyatakan bahwa pada jaringan sistim transmisi menengah dan panjang, apabila transmisi tersebut tidak dalam keadaan berbeban ataupun berbeban rendah maka tegangan disisi penerima akan lebih tinggi dibanding tegangan disisi pengirim.




Mengapa Efek Ferranti terjadi pada jalur transmisi ?

Saluran transmisi menengah maupun panjang panjang dapat dianggap terdiri dari susunan banyaknya kapasitansi dan induktansi yang terdistribusikan di sepanjang garis penghantar. Efek Ferranti terjadi ketika arus yang diserap oleh kapasitansi disepanjang saluran transmisi lebih besar dari arus yang diserap oleh beban disisi penerima. Arus pengisian kapasitor sebagai efek kapasitansi disepanjang saluran transmisi tersebut menimbulkan drop tegangan (tegangan jatuh) pada setiap phasa disepanjang saluran transmisi. Dikarenakan disepanjang saluran transmisi menengah maupun panjang juga terdiri dari banyaknya induktif maka drop tegangan tersebut terus bertambah sampai diujung beban (sisi penerima). Hal inilah yang menyebabkan tegangan disisi penerima menjadi lebih besar dari tegangan disisi penerima atau yang dikenal dengan Efek Ferranti (Ferranti Effect).

Jadi pengaruh kapasitansi dan induktansi disepanjang saluran transmisi memiliki andil terjadinya fenomena tersebut. Pada saluran transmisi pendek, fenomena Efek Ferranti (Ferranti Effect) tidak terjadi, karena induktansi dan kapasitansi disepanjang saluran tersebut praktis dianggap mendekati nol . Secara umum untuk saluran transmisi dengan panjang 300 Km yang tidak berbeban atau berbeban kecil ditemui tegangan sisi penerima lebih tinggi sekitar 5% terhadap tegangan disisi pengirim


Burden Resistor Pada Current Transformers (CT)

Transformator arus (Current Transformers - CT) merupakan perangkat untuk melakukan pengukuran yang akurat untuk arus bolak-balik yang mengalir dalam sebuah konduktor tanpa perlu adanya kontak hubungan dengan konduktor tersebut. Karakteristik ini membuat transformator arus (Current Transformers - CT), merupakan peralatan utama pada industri utilitas listrik.

Prinsip operasi dari Transformator arus (Current Transformers - CT) adalah penginderaan kekuatan magnetomotive sekitar konduktor yang dialiri arus. CT berisi permeabilitas inti magnet yang tinggi dan beberapa belitan sekunder. Fluks magnet yang dihasilkan dalam inti oleh gaya magnetomotive (mmf) yang disebabkan oleh arus dalam konduktor akan mengalir kesisi sekunder.

Prinsip kerja Transformator arus (Current Transformers - CT) menyerupai transformator lainnya. Transformator arus (Current Transformers - CT) dirancang sedemikian rupa untuk mendekati perilaku transformator ideal, di mana permeabilitas inti dapat dianggap tak terbatas, hambatan dari lilitan adalah nol , dan kedua gulungan terhubung dengan fluks magnetik yang sama. Sejauh kondisi tersebut terpenuhi , trafo akan memiliki dua sifat, sebagai berikut :
  • Tegangan pergulungan akan sama pada kedua sisi (primer - sekunder), sehingga rasio menjadi
V(sekunder) / V(primer ) = N(sekunder) / N(primer )
  • Arus magnetizing adalah nol , sehingga
I(primer) x N(primer) + I(sekunder) x N(sekunder) = 0 , atau 
I(sekunder) / N(primer) = - I(primer) / N(sekunder).



Pada kebanyakan pemasangannya, sisi sekunder dari Transformator Arus (Current Transformers - CT) terhubung permanen pada sebuah tahanan (resistor) yang nilainya rendah, yang sering dikenal sebagai burden resistor. Tegang
an pada resistor tersebut dapat ditentukan dengan persamaan :
V = [ I(primer) / N(sekunder) ] x R

Nilai R ditentukan oleh nilai maksimum I(primer) yang akan diukur , jumlah lilitan sekunder N(sekunder) , dan tegangan V  pada skala penuh pengukuran.
Sehingga nilai R kemudian dapat ditentukan dengan rumus :

R = [ V x N(sekunder) ] /  I(primer)

Sebagai contoh , jika V = 0,333 volt, N(sekunder)= 5000 dan I(primer) = 100 A, maka nilai R (burden resistor) adalah : 0,333 x 5000 / 1000 = 16,65 ohm.

Perhitungan Voltage Drop (Tegangan Jatuh) Pada Kabel

Perhitungan Voltage Drop (Tegangan Jatuh) Pada Kabel - Pada kabel konduktor pasti memiliki nilai impedansi dan sehingga setiap kali arus mengalir melalui kabel tersebut, akan ada jatuh tegangan disepanjang kabel, yang dapat diturunkan dengan Hukum Ohm (yaitu V = IZ ). Penurunan tegangan tersebut tergantung pada dua hal, yaitu :
        1.  Aliran arus melalui kabel - semakin tinggi arus, semakin besar tegangan drop
        2.  Impedansi konduktor - semakin besar impedansi, semakin besar tegangan drop


Impedansi kabel
Impedansi kabel merupakan  fungsi dari ukuran kabel (luas penampang) dan panjang kabel. Umumnya produsen kabel akan melampirkan data kabel yang diproduksinya seperti nilai resistansi kabel dan reaktansi kabel dalam satuan Ω / km. 

Menghitung Jatuh Tegangan (Voltage Drop)
Untuk sistem suplay tegangan AC , metode menghitung jatuh tegangan (voltage drop) adalah dengan berdasarkan faktor beban dengan mempertimbangkan arus beban penuh pada suatu sistim. Tetapi jika beban memiliki arus startup tinggi (misalnya motor) , maka tegangan drop dihitung dengan berdasarkan pada arus start up motor tersebut serta faktor daya .

Untuk sistem tiga phasa :
V3 = [S3 I ( RcCos + XcSin ) L] / 1000

Dimana :
V3   , Tegangan Jatuh (Voltage Drop) Tiga Phasa
I        , adalah arus beban penuh atau arus nominal atau arus saat start (A)
Rc      , adalah resistansi ac kabel ( Ω / km )
Xc      , adalah reaktansi ac kabel ( Ω / km )
Cos  , adalah faktor daya beban ( pu )
L        , adalah panjang kabel ( m)


Untuk sistem fase tunggal :
V1 = [2 I ( RcCos + XcSin ) L] / 1000

Dimana :
V1   , Tegangan Jatuh (Voltage Drop) Satu Phasa
I        , adalah arus beban penuh atau arus nominal atau arus saat start (A)
Rc      , adalah resistansi ac kabel ( Ω / km )
Xc      , adalah reaktansi ac kabel ( Ω / km )
Cos  , adalah faktor daya beban ( pu )
L        , adalah panjang kabel ( m)

Untuk sistem DC :
Vdc = [2 I  Rc  L] / 1000

Dimana :
Vdc   , Tegangan Jatuh (Voltage Drop) Tegangan DC
I        , adalah arus beban penuh atau arus nominal atau arus saat start (A)
Rc      , adalah resistansi dc kabel ( Ω / km )
L        , adalah panjang kabel ( m)

Tegangan Jatuh (Voltage Drop) Maksimum



Tegangan Jatuh (Voltage Drop) Maksimum merupakan drop tegangan tertinggi yang diperbolehkan timbul sepanjang kabel yang dialiri oleh arus listrik. Bila drop tegangan yang timbul melebih batas maksimum, maka ukuran kabel yang lebih besar harus dipilih.

Tegangan Jatuh (Voltage Drop) disepanjang kabel lebih ditentukan karena beban konsumen (misalnya peralatan) sehingga tegangan yang sampai diinput peralatan tidak melebihi batas toleransi. Ini berarti, jika tegangan pada alat tersebut lebih rendah dari tegangan minimum , maka alat tidak dapat beroperasi dengan benar .

Secara umum, sebagian besar peralatan listrik akan beroperasi normal pada tegangan serendah 80 % dari tegangan nominal. Sebagai contoh, jika tegangan nominal adalah 230VAC, maka sebagian besar peralatan dapat dijalankan pada > 184VAC. Pemilihan ukuran untuk kabel penghantar yang baik adalah ukuran yang hanya mengalami drop tegangan sebesar kisaran 5 - 10% pada beban penuh .

Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) III

Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) III - Sebagai kelanjutan dari Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) II, berikut adalah cara cepat untuk mendapatkan besarnya nilai arus gangguan pada sistim yang dihitung dengan mengetahui ketahanan arus hubungan singkat (short circuit) pada suatu jaringan tenaga listrik yang biasanya ditulis dalam satuan MVA . Penggunaan Metode ini untuk pengukuran gangguan pada sistim jaringan akan lebih cepat dan sederhana dibandingkan dengan menggunakan sistem PU (per unit) atau metode ohmic. Pada metode ini kita tidak perlu menggunakan konversi ke Basis MVA atau khawatir tentang tingkat tegangan seperti yang ditemui pada metode perkuliahan Analisa Sistim Tenaga (AST).



Arus Gangguan Pada Sistim Jaringan  Tenaga Listrik
Metode sederhana yang kita gunakan ini sangat berguna untuk mendapatkan perkiraan nilai arus gangguan yang mungkin dapat timbul pada sebuah sistim jaringan tengaga listrik. Elemen-elemen yang kita gunakan akan dikonversi kenilai MVA dan kemudian parameter didalam rangkaian sistim jaringan dikonversi ke nilai input (primer) atau nilai masukan. Untuk lebih jelasnya diapat dilihat melaui contoh perhitungan dibawah ini :

Bila diketahui ketahanan suatu jaringan primer (Utilitas) pada sisi primer Transformator adalah MVAsc = 500MVA. Data Transformator yang terpasang dijaringan tersebut adalah sbb :
       Transformer data
       13,8KV - 480Y/277V
       1000KVA Transformer Z = 5,75 %
     
Maka nilai MVA dari transformator tersebut adalah :
       1000KVA / 1000 = 1 MVA
       MVA Nilai = 1MVA / ZPU = 1MVA / 0,0575 = 17,39 MVA
Dengan kapasitas ketahanan transformator adalah 17,39 MVA maka besarnya gangguan arus yang dapat timbul pada jaringan adalah sbb :
      1 / Utilitas MVA + 1 / Trans MVA = 1 / MVAsc
      1/500 + 1 / 17,39 = 1 / MVAsc
      0,002 + 0,06 = 1 / MVAsc
      MVAsc = 1 / ( 0,002 + 0,06 )
      MVAsc = 16,129

Bearnya arus yang dapat timbul disisi sekunder akibat gangguan pada jaringan  adalah :
      FC 480V = MVAsc / ( 1,73 x 0,48 )
      FC 480V = 16,129 / 0,8304
      FC 480V = 19,423KA
      FC 480V = 19.423 A




Bila ingin mengetahui data yang lebih akurat, peralatan yang terpasang seperti kabel dan panjangnya dapat ditambahkan kedalam perhitungan dengan menggunakkan perhitungan seperti diatas dengna rumus sebagai berikut :
      Kabel MVA Nilai MVAsc = KV2 / kabel Z. 
Data Z (Impedansi) kabel dapat diambilkan ari nilai X & R kabel yang biasanya terdapat dalam data sheet kabel tersebut.
Kesimpulan
Kesimpulan dari metode sederhana ini adalah bahwa kita perlu mengetahui nilai arus gangguan yang dapat timbul dalam sebuah istem untuk memduahkan dalam pemilihan dan pemansangan peralatan Proteksi (Over Current Protective Devices - OCPD) secara lebih cepat sehingga tidak terjadi pemasangan atau penggunaan peralatan yang under rate. Analisis dan perhitungan yang lebih akurat dengan menggunakan software dan komputer serta teori perlu dilakukan untuk mengetahui lebih ditail besarnya arus gangguan tersebut. Metode sederhana ini hanya berguna untuk perkiraan awal dan hitungan kasar (perhitungan awal) secara cepat.

Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) II

Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) II - Sebagai lanjutan dari Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) I , yang membahas mengenai maksimum arus pada saat terjadinya short circuit (hubungan singkat) pada trafo, pada postingan ini kita akan mencoba metrode sederhana tersebut untuk analisis besarnya arus yang dapat timbul pada generator apa terjadi gangguan short circuit (hubungan singkat). Sebelum kita menganilisa besarnya arus gangguna karena hubungan singkat (short circuit) pada generator, kita perlu mengetahui data (parameter) referensi generator seperti sebagai berikut :


Tipe Mesin Listrik
X'' Subtransient
Salient Pole Generator 12 Pole
0,16
Salient Pole Generator 6 Pole
0,21
Motor Induksi diatas 600 V
0,17
Motor Induksi dibawah 600 V
0,25
Arus Gangguan Pada Generator
Arus gangguan yang dapat timbul karena hubungan singkat (short circuit) pada Generator  berbeda dengan arus gangguan pada transformator. Kita akan mengetahui perbedaan tersebut melalui contoh perhitungan dibawah ini :
Misalkan data sebuah generator : 1000KVA; 800kW; 0,8 % PF; 480V; 1.202 FLA; Sailent 12 pole
          KVA = KW / PF
          KVA = 800 / .8
          KVA = 1000
          FLA = KVA / 1,732 x L - L Volts
          FLA = 1000 / 1,732 x 0,48
          FLA = 1.202
(Dari dalam tabel, untuk generator Sailent 12 pole, nilai subtransient X" adalah 0,16)
          FC = FLA / X "
          FC = 1202 / 0.16
          FC = 7.513 A

*, FLA = Full Load Ampere ; FC = Full Current



Jadi, arus gangguan dari Generator 1000KVA jauh lebih kecil dari transformator 1000KVA, Arus gangguan Generator =  7513 A sedangkan pada Transformator = 20903 A. Perbedaan ini disebabkan nilai impedansi pada transformator dan nilai-nilai reaktansi Generator adalah sangat berbeda. Transformer 5,75 % sedangkan Generator 16%.
Proses metode sederhana ini dapat dilakukan pada perhitungan arus ganggunan motor listrik.

Lanjut untuk metode sederhana pada pada sistim jaringan :
Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) III

Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) I

Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) - Analisia  Short Circuit Current (Arus Hubungan Singkat) bertujuan untuk menentukan besarnya arus hubungan pendek yang dapat timbul pada suatu sistim tenaga listrik, sehingga mampu memberikan aksi terhadap  perbandingan besarnya arus yang lewat pada suatu sistim dengan rating ketahanan peralatan didalam sistim tersebut melalui suatu alat proteksi arus lebih (Over Current Protection Device) sehingga terhindar dari arus yang dapat merusaknya .
Hubungan Singkat (Short Circuit) dapat menyebabkan kerusakan serius pada komponen dan peralatan dalam sistim distribusi daya. Perhitungan dan analisa yang mendalam perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan besarnya arus hubungan singkat yang dapat timbul pada sebuah sistim distribusi sehingga dapat dilakukan pencegahan melalui pengaturan setting pada alat proteksi arus lebih dan juga pemilihan peralatan atau komponen listrik yang akan digunakan dengan menyesuaikan rating ketahanannya terhadap arus hubugnan singkat disesuaikan dengan hasil analisa dan perhitungan Arus Hubungan Singkat.

Dalam melaksanakan metode sederhana ini, ada beberapa data yang diperlukan untuk menghitung arus hubungan singkat dan biasanya data-data tersebut terdapat pada nameplate peralatan ataupun dokumen yang menyertai peralatan tersebut.
  • Nilai Impedansi Transformator Tiga Phasa, untuk perhitungan arus lebih pada transformator
  • Nilai reaktansi motor induksi dan motor sinkron, untuk perhitungan arus lebih pada motor induksi dan motor sinkron
  • Nilai MVA jaringan, untuk perhitungan  hubungan singkat pada sistim distribusi.

Berdsarkan jumlah kutub (pole) pada motor sinkron dan tegangan pada motor induksi, nilai reaktansi untuk tiap-tiap peralatan tersebut adalah :

Tipe Mesin Listrik
X'' Subtransient
Salient Pole Generator 12 Pole
0,16
Salient Pole Generator 12 Pole
0,21
Motor Induksi diatas 600 V
0,17
Motor Induksi dibawah 600 V
0,25

Perhitungan sederhana untuk menentukan besarnya arus hubungan singkat tersebut adalah sbb :

- Arus Hubungan Singkat Pada Transformator
Setiap transformator memiliki nilai impedansi dalam "%" yang tertera pada papan nama (name plate) transformator tersebut. Nilai itu adalah nilai hasil pengujian transformotor tersebut saat setelah diproduksi.

Sekilas mengenai cara menentukan nilai impedansi transforamtor
Proses pengujiannya secara garis besar adalah sebagai berikut : sebuah voltmeter terhubung ke sisi primer transformator dan pada sisi sekunder terminal  3 -Phase digabung (hubungsingkat antar ketiga phas) dan sebuah ampere meter dipasang pada sisi sekunder untuk membaca nilai arus yang mengalir pada saat terjadinya hubungan singkat tersebut.

Kemudian tegangan disisi primer dinaikan secara bertahap sampai arus beban penuh pada sisi sekunder tercapai (terbaca pada ampere meter).
Jadi, apabila pada name plate tertulis data sebagai berkut :
13,8KV 1000KVA - 480Y/277V dengan impedansi 5,75%
Arus Beban Penuh transformator (FLA - Full Load Ampere) pada sisi sekunder adalah :
     FLA = KVA / 1,73 x L - L (sekunder)KV
     FLA = 1000 / 1,732 x 0,48
     FLA = 1202,85 A




Pada saat arus disisi sekunder telah mencapai arus beban penuh (1202 A), dilakukan pencatatan nilai tegangan pada sisi primer. Dalam hal ini, misalkan nilai tegangan yang terbaca disisi primer saat arus disisi sekunder telah mencapai arus beban penuh adalah sebesar 793,5 V.
Sehingga persentase nilai impedansi transformator tersebut adalah :
         Z = 793,5 / 13800 = 0,0575
Sehingga % impedansi menjadi :
     % Z = 0.0575 x 100 = 5,75 %

Kembali ke pokok masalah mengenai gangguan pada transfrmator, gangguan tiga phasa pada sisi sekunder transformator maka besarnya arus gangguan maksimum yang dapat mengalir melalui trafo menjadi :
     100 / 5,75 kali FLA tranformator , atau
     17,39 x 1202 = 20.903 A

Perhitungan cepat ini dapat membantu dalam menentukan arus gangguan pada sisi sekunder transformator untuk tujuan pemilihan alat proteksi arus lebih yang tepat. Disamping itu, dengna mengetahui besarnya arus gangguan pada transformator, kita bisa menentukan berapa besar ketahanan KA peralatan Main Switch (circuit Breaker) yang harus dipasang. Dalam hal ini, peralatan main switch yang harus dipasang harus yang memiliki ketahanan arus yang lebih besar dari 21.000 A.

Lanjut untuk metode sederhana pada motor induksi dan motor sinkron dan jaringan :
Metode Sederhana Menghitung Arus Hubungan Singkat (Short Circuit) II

Jenis-jenis Pentanahan (Sistem Grounding)

Jenis-jenis Pentanahan (Sistem Grounding) - Sistim grounding/pentanahan perlu dimiliki pada suatu instalasi. Dalam pemasangannya, sistim gorunding tersebut terbagi pada beberapa type tergantung dari kebutuhan dan tingkat keamanan yang dibutuhkan serta regulasi yang berlaku pada suatu wilayah yang kadang-kadang menetapkan type jenis pentanahan yang hanya boleh digunakan pada daerah tersebut oleh pejabat berwenang. Ketika akan mendesain suatu sistim instalasi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan type pentanahan apa yang akan digunakan untuk instalasi tersebut.

Terdapat beberapa type pentanahan yang digunakan berdasarkan standar IEEE yang menjadi acuan terhadap sistim pentanahan pada suatu instalasi, sbb :
1. TN-S (Terre Neutral - Separate)
2. TN-C-S (Terre Neutral - Combined - Separate)
3. TT (Double Terre)
4. TN-C (Terre Neutral - Combined)
5. IT (Isolated Terre)
Terre berasal dari bahasa perancis yang berarti pembumian , earth.

TN-S (Terre Neutral - Separate)
Pada sebuah sistem TN-S, bagian netral sumber energi listrik terhubung dengan bumi pada satu titik saja, sehingga bagian netral pada sebuah instalasi konsumen terhubung langsung dengan netral sumber listrik. Type ini cocok pada instalasi yang dekat dengan sumber energi listrik, seperti pada konsumen besar yang memiliki satu atau lebih HV/LV transformer untuk kebutuhan sendiri dan instalsai/perlatan nya berdekatan dengan sumber energi tersebut (transformer).

 


TN-C-S (Terre Neutral - Combined - Separate)
Sebuah sistem TN-C-S, memiliki saluran netral dari peralatan distribusi utama (sumber listrik) terhubung dengan bumi dan pembumian pada jarak tertentu disepanjang saluran netral yang menuju konsumen, biasanya disebut sebagai Protective Multiple Earthing (PME). Dengan sistim ini konduktor netral dapat berfungsi untuk mengembalikan arus gangguan pentanahan yang mungkin timbul disisi konsumen (instlasi) kembali kesumber listrik. Pada sistim ini, instalasi peralatan pada konsumen tinggal menghubungkan pentanahannya pada terminal (saluran) yang telah disediakan oleh sumber listrik.

 TT (Double Terre)
Pada sistem TT, bagian netral  sumber listrik tidak terhubung langsung dengan pembumian netral pada sisi konsumen (instalasi peralatan). Pada sistim TT, konsumen harus menyediakan koneksi mereka sendiri ke bumi, yaitu dengan memasang elektroda bumi yang cocok untuk instalasi tersebut .






Untuk lebh lengkapnya silahkan baca pada link ini Jenis-jenis Pentanahan (Sistem Grounding) - Lengkap

Sistim Grounding

Sistim Grounding - Untuk mencegah kerusakan pada peralatan yang diakibatkan petir, pemasangan sistem grounding untuk peralatan adalah sesuatu hal penting yang harus dilakukan. Sistem grounding yang baik akan melakukan discharge terhadap sambaran petir dan mengalirkan arus listrik kebumi sehingga tidak melewati kabel penghantar yang menuju keperalatan.

Resistansi (tahanan) Tanah
Resistansi grounding (tahanan tanah) timbul ketika komponen sistem, atau tanah itu sendiri, menentang aliran listrik ke dalam bumi. Resistansi tanah diukur dalam satuan "ohm". Semakin tinggi resistensi tanah (pembacaan ohm tinggi), semakin sedikit kesempatan arus akibat sambaran petir didorong ke tanah.
Gambar disamping, menunjukkan titik dimana sistem grounding dapat meningkatkan nilai tahanan tanah.
Untuk mengurangi nilai tahanan tanah (resistensi ground), dapat dilakukan dengan mengairi disekitar tanah tempat sistem grounding dengan air. Setiap sistem grounding harus memiliki zona irigasi khusus dengan kepala sprinkler dan kalau diperlukan dapat dibuatkan skedul program penyiraman sendiri untuk menjaga kelembaban tanah diseluruh sistem grounding .Sebuah sistem grounding terpasang dengan benar harus menjaga ketahanan tanah maksimum 10 ohm atau kurang .

Jika nilai resistansi tanah tidak dapat mencapai nilai tahanan 10 ohm atau kurang, dapat dilakukan penambahan bahan tertentu disekeliling lempeng lempeng atau batang grounding. Jika nilai resistansi tanah masih terukur tinggi lebih dari 10 ohm , langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan memperpanjang panjang batang grounding.




Persyaratan Instalasi Sistim Grounding
Persyaratan berikut berlaku untuk semua desain sistem pembumian (desain Y dan desain pelat grounding), yaitu :
  • Semua batang grounding atau plate grounding harus terhubung secara keseluruhan dengan kawat telanjang tembaga padat.
  • Kawat telanjang yang menghubungkan seluruh batang grounding dan plate grounding sebaiknya harus selurus mungkin. Jika harus membuat berbelok atau tikungan di kawat tersebut, sudut belokan tersebut diats sudut 90.
  • Untuk meminimalkan nilai resistensi , kawat tembaga yang dihubungkan ke batang grounding atau plat grounding sebaiknya dilakukan dengan pengelasan.
  • Pastikan semua sambungan kawat tembaga dengan batang grounding atau plat grounding terpasang kokoh dan aman sebelum dikubur. Sehingga batang dan pelat grounding tersebut tidak perlu inspeksi visual secara periodik dan dapat sepenuhnya terkubur .
  • Perlu dilakukan pengukuran resistansi tanah diseluruh sistem grounding yang terpasang setelah instalasi dan sekali setiap tahun.
  • Kabel grounding dari peralatan ke sistim grounding harus sependek mungkin dan tidak memiliki tikungan.
  • Pemeriksaan sistem grounding yang menggunakan clamp koneksi pada peralatan (bukan koneksi sistem grounding dilas) perlu dilakukan setahun sekali untuk memastikan keamanan kondisi dan bebas dari korosi.

Proteksi Untuk Transformator

Transformers adalah merupakan komponen utama dan yang paling mahal dalan suatu sistim saluran distribusi tenaga listrik. Dikarenakan perlu butuh waktu yang lama untuk perbaikan dan penggantian sebuah transformator yang mengalami kerusakan, maka proteksi terhadap suatu transformator diterapkan untuk memeberikan perlindungan serta membatasi kerusakan yang dapat timbul pada sebuah transformator apabila terjadi kegagalan pada sebuah sistim saluran distribusi tenaga listrik.

Beberapa fungsi proteksi, seperti proteksi terhadap overexcitation dan proteksi berbasis suhu dapat membantu perlindungan terhadap operasional suatu transformator dengan cara mengidentifikasi kondisi operasional yang dapat menyebabkan kegagalan transformator. Perlindungan untuk sebuah transformator yang komprehensif disediakan oleh beberapa relay proteksiu yang fungsinya  disesuaikan dengan aplikasi penggunaan transformator dilapangan.

Jenis proteksi untuk transformator bervariasi tergantung pada aplikasi dan level penting tidaknya transformator tersebut. Untuk penerapan umum, sebuah transformator diproteksi terhadap gangguan yan gtimbul dikarenakan overloads (kelebihan beban). Sistim proteksi yang digunakan harus dapat meminimalkan waktu pemutusan untuk gangguan yang timbul dalam transformator sehingga mengurangi risiko bencana kerusakan yang lebih parah. Setiap operasional transforamtor yang kondisi abnormal akan mengancam umur transformator tersebgut dan rawan terhadap gangguan-gangguan yan gbisa saja timbul sewaktu-waktu, sehingga sebuah peralatan proteksi yang dipasang pada transformator tersebet haruslah benar-benar memadai dan handal sehingga bisa melakukan isolasi terhadap transformator tersebut dan mengurangi kemungkinan kerusakan yang lebih parah yang bisa saja muncul pada saat gangguan terjadi pada sebuah transforamtor.




Kegagalan/Gangguan Transforamtor
  • Kegagalan/Gangguan pada sebuah transformator dapat diklasifikasikan menjadi
  • Kegagalan pada belitan dikarenakan terjadinya hubungan singkat (short circuit) yang timbul karena hubungan singkat antara phasa - phasa, phasa - netral atau karena putusnya belitan. , berliku terbuka )
  • Kegagalan pada inti (core) besi transformatorm\, dengan kemungkinannya bisa disebabakan karena gagalnya isolasi atau hbungan singkat yang timbul pda laminasi core.
  • kegagalan pada terminal baik yang diprimer maupun sekunder, seperti (lepas, longgar atau terhubung singkat)
  • Kegagalan pada posisi tapping transforamtor ( mekanik, listrik, hubungan singkay , terlalu panas )
  • Kondisi operasional yang  abnormal ( overfluxing , overloading , overvoltage )
  • Gangguan dari eksternal

AC Motors and AC Drives

Saat ini sangat banyak aplikasi peralatan yang membutuhkan variasi pada kecepatan motor induksi AC. Cara termudah untuk memvariasikan kecepatan motor induksi AC adalah dengan menggunakan AC Drive (inverter) yang akan memvariasikan frekuensi supplay poer ke motor tersebut. Operasional sebuah motor dengan frekuensi yang bervariasi akan ikut mempengaruhi sebuah motor akan mempengaruhi besarnya arus dan torsi pada motor tersebut.

Rasio Volt per Hertz (V/Hz)
Rasio (perbandingan) Volt per hertz (V/Hz) adalah perbandingan antara besarnya tegangan suplay terhadap nilai frekuensi pada motor induksi yang akan diatur kecepatannya. Pada motor induksi dengan tegangan  400 VAC, frekuensi 50 Hz, rasio V/Hz motor tersebut  adalah sebesar 400/50 = 8. Ini berarti, dengan frekuensi yang diiringi dengan variasi nilai tegangan kemotor, maka nilai torsi motor tersebut tetap konstan selagi rasio V/hz pada suplay power kemotor tersebut tidak berubah.

Operasi dengan Torsi Konstan
Sebuah AC motor yang dioperasikan sesuai karakteristik dan name platenya akan memiliki besaran  fluks yang konstan karena tegangan dan frekuensi yang diberikan kemotor tersebut juga konstan. Sehingga dapat dikatakan, motor AC yang dioperasikan pada fluks konstan akan memilki besaran torsi yang konstan, walaupun sebenarnya torsi yang dihasilkan bagaimanapun juga sangat tergantung pada beban motor tersebut. Sebuah AC drive mampu mengoperasikana motor dengan fluks  konstan dari sekitar 0 Hz sampai nilai frekuensi yang sesuai pada namplate motor tersebut (biasanya 50 Hz). Ini merupakan rentang torsi yang konstan. Selama perbandingan Volt/Hz dipertahankan konstant maka motor AC akan memiliki karakteristik torsi konstan.
Grafik diatas menggambarkan perbandingan Volt/Hz pada motor 400 volt, 50 Hz. Perlu diingat bahwa jika frekuensi yang diterapkan dinaikkan, reaktansi pada stator akan meningkat. Untuk mengkompensasi kenaikan rekatansi pada kumparan stator, maka secara bersamaan drive AC harus meningkatkan nilai tegangan secara proporsional. Jika tidak , maka arus pada kumparan stator, nilai fluks, dan nilai torsi akan menurun .

Dari grafik tersebut Volt per Hz  pada tegangan 400 VAC adalah :
:  400/50 = 8

Pada tegangan 200 VAC adalah :
:  200/25 = 8



Daya Konstan
Beberapa peralatan memerlukan motor yang dioperasikan di atas kecepatan normalnya. Karena tegangan yang diberikan tidak boleh melebihi rated tegangan pada nameplate, maka nilai torsi akan menurun seiring dengan meningkatnya kecepatan motor tersebut. Sehingga apabila daya dipertahankan konstan, maka setiap perubahan torsi akan dikompenasi dengan perubahan kecepatan motor.
P = w . t
w= 2 . p . n / 60
P = t . 2 . p . n / 60
Keterangan :
t = Torsi (Torque), Newton meter (N.m);
P = Daya, watt (W)
= Kecepatan sudut, radian/detik (Rad/s)
 n = Kecepatan putaran motor (rpm) 
 
Dari persamaan diatas terlihat, jika motor dioperasikan pada torsi konstan dan daya konstan, volt konstant dan perbandingan volt konstan per hertz dan torsi dipertahankan sampai dengan 50 Hz, maka diatas frekuensi 60 Hz , volt per rasio hertz menurun, dengan penurunan nilai torsi. Seperti grafik dibawah ini.

Pengukuran Resistansi (Tahanan) Belitan Transformator

Lanjutan dari postingan Pengujian Transformator - Pengukuran dilakukan untuk memeriksa kondisi belitan transformator dan koneksi terminal dan juga baik untuk digunakan sebagai referensi untuk pengukuran dimasa yang akan datang serta bisa digunakan sebagaiuntuk menghitung nilai beban kerugian pada referensi (misalnya 75o C) suhu. Mengukur berliku resistensi dilakukan dengan menggunakan arus DC dan sangat tergantung pada suhu. Untuk koreksi pada pengukuran temperatur dihitung sesuai dengan persamaan di bawah ini:

R2 = R1 x ( 235 + t2 ) / ( 235 + t1 ), untuk tembaga

R2 = R1 x ( 225 + t2 ) / ( 225 + t1 ), untuk aluminium
Keterangan :
R2 : tahanan belitan pada temperatur t2
R1 : tahanan belitan pada temperatur t1
Metode Pengukuran
Tahanan Belitan pada Transformator dapat diukur baik dengan metode arus-tegangan (current-voltage method) dan metode jembatan (bridge method). Bila menggunakan alat ukur digital , akurasi pengukuran akan lebih tinggi.
Pengukuran Tahanan Belitan dengan metode arus-tegangan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Pada metode arus-tegangan ini, kita juga menggunakan sebuah tahanan (resistor) standar yang nilainya telah ditentukan, dan terhubung paralel dengan belitan transformator yang akan diukur nilai tahanannya. Dengan didapatnya nilai arus yang terukur (melintasi tahanan standar dan belitan transformator) dan tegangan drop yang terukur pada tahanan standar dan belitan transformator tersebut kita dapat mengetahui besarnya nilai tahanan belitan sebuah transformator.
Yang mesti diperhatikan dalam melakukan  pengujian ini adalah kehati-hatian dalam melakukan pengukuran tegangan ketika switch on-off untuk energize transformator diaktifkan.



Pada metode bridge, dasar pengujiannya adalah dengan membandingkan hasil pengukuran arus yang melewati sebuah nilai tahanan yang belum diketahui (tahahan yang akan diukur, dalam hal ini tahanan belitan transformator ) dengan hasil pengukuran. Prinsip pengukurannya adalah apabila arus yang melewati sisi kiri (I1) dan sisi kanan (I2) seimbang , maka jarum galvanomter (G)  yang terletak ditengah-tengah rangkaian jembatan akan berada pada posisi 0. Seperti pada gambar dibawah ini :

Umumnya, Jembatan Kelvin digunakan untuk mengukur nilai resistor yang kecil  (kurang dari 1 ohm) sedangkan utuk resistor dengan nilai yang lebih tinggi diukur dengan jembatan Wheatstone.

Nilai tahanan yang terukur dengan menggunakan Jembatan Kelvin adalah :
RX = RN . R1/R2
dimana R1 = R3 dan R2 = R4

Nilai tahanan yang terukur dengan menggunakan Jembatan Wheatstone adalah :
RX = R . a/b